INTERAKSI SOSIAL DALAM MASYARAKAT
Interaksi sosial
dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial
yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu yang satu dengan individu
lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara
kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, di mana simbol
diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh
mereka yang menggunakannya
Syarat Terbentuknya
Interaksi Sosial
Gillin dan Gillin mengajukan dua
syarat yang harus di penuhi agar suatu interaksi sosial itu mungkin terjadi :
1. Kontak Sosial (social contact)
Kontak sosial berasal
dari bahasa latin con atau cum yang berarti bersama-sama dan tango yang berarti
menyentuh. Jadi secara harfiah kontak adalah bersama-sama menyentuh. Secara
fisik, kontak baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah. Sebagai gejala
sosial itu tidak perlu berarti suatu hubungan badaniah, karena orang dapat
mengadakan hubungan tanpa harus menyentuhnya, seperti misalnya dengan cara
berbicara dengan orang yang bersangkutan. Dengan berkembangnya teknologi dewasa
ini, orang-orang dapat berhubungan satu sama lain dengan melalui telepon, telegraf,
radio, dan yang lainnya yang tidak perlu memerlukan sentuhan badaniah.
2. Komunikasi
Komunikasi adalah bahwa seseorang yang memberi tafsiran
kepada orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap),
perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang
bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan.
Dengan adanya komunikasi sikap dan perasaan kelompok dapat diketahui olek
kelompok lain aatau orang lain. Hal ini kemudain merupakan bahan untuk
menentukan reaksi apa yang akan dilakukannya.
Dalam komunikasi kemungkinan sekali terjadi berbagai
macam penafsiran terhadap tingkah laku orang lain. Seulas senyum misalnya,
dapat ditafsirkan sebagai keramah tamahan, sikap bersahabat atau bahkan sebagai
sikap sinis dan sikap ingin menunjukan kemenangan. Dengan demikian komunikasi
memungkinkan kerja sama antar perorangan dan atau antar kelompok. Tetapi
disamping itu juga komunikasi bisa menghasilkan pertikaian yangterjadi karena
salah paham yang masing-masing tidak mau mengalah.
Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
1. Proses Asosiatif (Processes of Association)
a. Kerja Sama (Cooperation)
Beberapa sosiolog
menganggap bahwa kerja sama merupakan bentuk interaksi sosial yang pokok.
Sosiolog lain menganggap bahwa kerja sama merupakan proses utama. Golongan
terakhir tersebut memahamkan kerja sama untuk menggambarkan sebagian besar
bentuk-bentuk interaksi sosial atas dasar bahwa segala macam bentuk inetarksi
tersebut dapat dikembalikan kepada kerja sama. Kerja sama di sini dimaksudkan
sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk
mencapai satu atau beberapa tujuan bersama.
Bentuk dan pola-pola
kerja sama dapat dijumpai pada semua kelompok manusia. Kebiasaan-kebiasaan dan
sikap-sikap demikian dimulai sejak masa kanak-kanak di dalam kehidupan keluarga
atau kelompok-kelompok kekerabatan. Bentuk kerja sama tersebut berkembang
apabila orang dapat digerakkan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus
ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat bagi
semua. Juga harus ada iklim yang menyenangkan dalam pembagian kerja srta balas
jasa yang akan diterima. Dalam perkembangan selanjutnya, keahliankeahlian
tertentu diperlukan bagi mereka yang bekerja sama, agar rencana kerja samanya
dapat terleksana dengan baik.
Kerja sama timbul karena
orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya (in-group-nya) dan
kelompok lainnya (out-group-nya). Kerja sama mungkin akan bertambah kuat
apabila ada bahaya luar yang mengancam atau ada tindakan-tindakan luar yang
menyinggung kesetiaan yang secara tradisional atau institusional telah tertanam
di dalam kelompok, dalam diri seseorang atau segolongan orang. Kerja sama dapat
bersifat agresif apabila kelompok dalam jangka waktu yang lama mengalami
kekecewaan sebagai akibat perasaan tidak puas, karena keinginan-keinginan
pokoknya tak dapat terpenuhi oleh karena adanya rintangan-rintangan yang
bersumber dari luar kelompok itu.
b. Akomodasi
(Accomodation)
Istilah akomodasi
dipergunakan dalam dua arti yaitu untuk menunjuk pada suatu keadaan dan untuk
menunjuk pada suatu proses. Akomodasi yang menunjuk pada suatu keadaan, berarti
adanya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara
orang-peorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan normanorma
sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Sebagai suatu
proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu
pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan.
Menurut Gillin dan
Gillin, akomodasi adalah suatu pengertian yang digunakan oleh para sosiolog
untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama
artinya dengan pengertian adaptasi (adaptation) yang dipergunakan oleh
ahli-ahli biologi untuk menunjuk pada suatu proses dimana makhluk-makhluk hidup
menyesuaikan dirinya dengan alam sekitarnya. Dengan pengertian tersebut
dimaksudkan sebagai suatu proses dimana orang perorangan atau kelompok-kelompok
manusia yang mula-mula saling bertentangan, saling mengadakan penyesuaian diri
untuk mengatasi ketegangan-ketegangan.
Akomodasi sebenarnya
merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak
lawan, sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya.
2. Proses Disosiatif
Proses disosiatif sering disebut sebagai oppositional
processes, persis halnya dengan kerja sama, dapat ditemukan pada setiap
masyarakat, walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan system
social masyarakat bersangkutan.
Apakah suatu masyarakat lebih menekankan pada salah satu
bentuk oposisi, atau lebih menghargai kerja sama, hal itu tergantung pada
unsure-unsur kebudayaan terutama yang menyangkut system nilai, struktur
masayarakat dan system sosialnya. Factor yang paling menentukan adalah system
nilai masyarakat tersebut.
Oposisi dapat diartikan sebagai cara berjuang
melawanseseoran atau sekelompok manusia, untuk mencapai tujuan tertentu.
Terbatasnya makanan, tempat tinggal serta lain-lain factor telah melahirkan
beberapa bentuk kerja sama dan oposisi. Pola-pola oposisi tersebut dinamakan
juga sebagai perjuangan untuk tetap hidup (struggle for existence). Perlu
dijelaskan bahwa pengertian struggle for existence juga dipakai untuk menunjuk
kepada suatu keadaan di mana manusia yang satu tergantung pada kehidupan manusia
yang lainnya, keadaan mana menimbulkan kerja sama untuk dapat tetap hidup.
Perjuangan ini mengarah pada paling sedikit tiga hal yaitu perjuangan manusia
melawan sesame, perjuangan manusia melawan makhluk-makhluk jenis lain serta
perjuangan manusia melawan alam.
Untuk kepentingan analisis ilmu pengetahuan, oposisi atau
proses-proses yang disosiatif dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu :
a. Persaingan (competition)
Adalah suatu proses social, di mana individu atau
kelompok-kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui
bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian
umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian
public atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa mempergunakan
ancaman atau kekerasan. Ada beberapa bentuk persaingan, di antaranya :
1. Persaingan
ekonomi.
Timbul karena
terbatasnya persediaan apabila dibandingkan dengan jumlah konsumen.
2. Persaingan
kebudayaan
Menyangkut persaingan
kebudayaan, keagamaan, lembaga kemasyarakatan seperti pendidikan, dan
sebagainya.
3. Persaingan
kedudukan dan peranan
Di dalam diri seseorang
maupun di dalam kelompok terdapat keinginan-keingian untuk diakui sebagai orang
atau kelompok yang mempunyai kedudukan serta peranan yang terpandang.
4. Persaingan ras
Perbedaan ras baik karena perbedaan
warna kulit, bentuk tubuh, maupun corak rambut dan sebagainya, hanya merupakan
suatu perlambang kesadaran dan sikap atas perbedaanperbedaan dalam kebudayaan.
Persaingan dalam batas-batas tertentu dapat memiliki
beberapa fungsi, antara lain :
1. Menyalurkan
keinginan-keinginan individu ata u kelompok yang bersifat kompetitif
2. Sebagai jalan
di mana keinginan, kepentingan serta nilai-nilai yang pada suatu masa menjadi
pusat perhatian, tersalurkan dengan baik oleh mereka yang bersaing.
3. Merupakan alat
untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan social
4. Alat untuk
menyaring para warga golongan karya (fungsional) yang akhirnya akan menghaslkan
pembagian kerja yang efektif.
Hasil suatu persaingan terkait erat
dengan berbagai factor, antara lain :
1. Kepribadian
seseorang
2. Kemajuan
masyarakat
3. Solidaritas
kelompok
4. Disorganisasi
b. Kontravensi
(contravention)
Kontravensi pada
hakikatnya merupakan suatu bentuk proses social yang berada antara persaingan
dan pertentangan atau pertikaian.
Bentuk-bentuk
kontravensi menurut Leopold von Wiese, dan Howard Becker, ada 5, yaitu :
1. Yang umum meliputi
perbuatan-perbuatan seperti penolakan, keengganan, perlawanan, perbuatan
menghalang-halangi, protes, gangguan-gangguan, perbuatan kekerasan, dan
mengacaukan rencana pihak lain.
2. Yang sederhana seperti menyangkal
pernyataan orang lain di depan umum, memaki melalui selembaran surat, mencerca,
memfitnah, melemparkan beban pembuktian kepada pihak lain, dan sebagainya.
3. Yang intensif mencakup penghasutan,
menyebarkan desas - desus, mengecewakan pihak lain, dsb.
4. Yang rahasia, seperti mengumumkan
rahasia pihak lain, perbuatan khianat, dll.
5. Yang taktis, misalnya mengejutkan
lawan, mengganggu atau membingungkan pihak lain, seperti dalam kampanye parpol
dalam pemilihan umum.
Tipe-tipe Kontravens
Menurut von Wiese dan Becker terdapat tiga tipe umum
kontravensi yaitu kontravensi generasi masyarakat 9 bentokan antara generasi
muda dengan tua karena perbedaan latar belakang pendidikan, usia dan
pengalaman), kontravensi yang menyangkut seks (hubungan suami dengan istri
dalam keluarga) dan kontravensi parlementer (hubungan antara golongan mayoritas
dengan minoritas dalam masyarakat baik yang menyangkut hubungan mereka di dalam
lembaga-lembaga legislative, keagamaan, pendidikan, dan seterusnya).
Selain tipe-tipe umum tersebut ada ada pula beberapa
kontravensi yang sebenarnya terletak di antara kontravensi dan pertentangan
atau pertikaian,yang dimasukkan ke dalam kategori kontravensi, yaitu :
a. Kontravensi antar masyarakat
b. Antagonism keagamaan
c. Kontravensi intelektual
d. Oposisis moral
Kontravensi, apabila
dibandingkan dengan persaingan dan pertentangan bersifat agak tertutup atau
rahasia.
c. Pertentangan atau pertikaian (conflict)
Pertentangan atau
pertikaian adalah suatu proses social di mana individu atau kelompok berusaha
memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan dengan ancaman atau
kekerasan.
Peyebab terjadinya pertentangan,
yaitu :
1. Perbedaan
individu-individu
2. Perbedaan
kebudayaan
3. Perbedaan
kepentingan
4. Perbedaan
sosial
Pertentangan-pertentangan yang
menyangkut suatu tujuan, nilai atau kepentingan, sepanjang tidak berlawanan
dengan pola-pola hubungan social di dalam srtuktur social tertentu, maka
pertentangan-pertentangan tersebut bersifat positif.
Masyarakat biasanya
mempunyai alat-alat tertentu untuk menyalurkan benih-benih permusuhan, alat tersebut
dalam ilmu sosiologi dinamakan safety-valve institutions yang menyediaka
objek-objek tertentu yang dapat mengalihkan perhatian pihak-pihak yang bertikai
ke arah lain.
Bentuk-bentuk pertentangan antara
lain :
1. Pertentengan
pribadi
2. Pertentangan
rasial
3. Pertentangan
antara kelas-kelas social, umumnya disebabkan oleh karena adanya
perbedaan-perbedaan kepentingan.
4. Pertentangan
politik
5. Pertentangan
yang bersifat internasional.
Akibat dari bentuk-bentuk
pertentangan adalah sebagai berikut :
1. Bertambahnya
solidaritas “in-group” atau malah sebaliknya yaitu terjadi goyah dan retaknya
persatuan kelompok
2. Perubahan
kepribadian
3. Akomodasi,
dominasi dan takluknya satu pihak tertentu
Jenis-jenis
Interaksi Sosial
Ada tiga jenis interaksi sosial,
yaitu:
1.
Interaksi antara Individu dan Individu.
Pada saat dua individu
bertemu, interaksi sosial sudah mulai terjadi. Walaupun kedua individu itu
tidak melakukan kegiatan apa-apa, namun sebenarnya interaksi sosial telah terjadi
apabila masing-masing pihak sadar akan adanya pihak lain yang menyebabkan
perubahan dalam diri masing-masing. Hal ini sangat dimungkinkan oleh
faktor-faktor tertentu, seperti bau minyak wangi atau bau keringat yang
menyengat, bunyi sepatu ketika sedang berjalan dan hal lain yang bisa
mengundang reaksi orang lain.
2.
Interaksi antara Kelompok dan Kelompok.
Interaksi jenis ini
terjadi pada kelompok sebagai satu kesatuan bukan sebagai pribadi-pribadi
anggota kelompok yang bersangkutan. Contohnya, permusuhan antara Indonesia
dengan Belanda pada zaman perang fisik.
3.
Interaksi antara Individu dan Kelompok.
Bentuk interaksi di sini
berbedabeda sesuai dengan keadaan. Interaksi tersebut lebih mencolok manakala
terjadi perbenturan antara kepentingan perorangan dan kepentingan kelompok.
Ciri-ciri Interaksi Sosial
Interaksi sosial mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Ada pelaku
dengan jumlah lebih dari satu orang
2. Ada komunikasi
antarpelaku dengan menggunakan simbol-simbol.
3. Ada dimensi
waktu (masa lampau, masa kini, dan masa mendatang) yang menentukan sifat aksi
yang sedan berlangsung
4. Ada
tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari sama tidaknya tujuan tersebut dengan yang
diperkirakan oleh pengamat
Tidak semua tindakan
merupakan interaksi. Hakikat interaksi terletak pada kesadaran mengarahkan
tindakan pada orang lain. Harus ada orientasi timbal-balik antara pihak-pihak
yang bersangkutan, tanpa menghiraukan isi perbuatannya: cinta atau benci,
kesetiaan atau pengkhianatan, maksud melukai atau menolong.
Faktor-faktor Interaksi Sosial
Kelangsungan interaksi sosial, sekalipun dalam bentuknya
yang sederhana, ternyata merupakan proses yang kompleks, tetapi padanya dapat
kita beda-bedakan beberapa faktor yang mendasarinys, baik secara tunggal maupun
bergabung, yaitu :
1. Faktor
Imitasi
Gabriel Tarde beranggapan bahwa seluruh kehidupan sosial
sebenarnya berdasarkan faktor imitasi. Walaupun pendapat ini ternyata berat
sebelah, peranan imitasi dalam interaksi sosial itu tidak kecil. Misalnya
bagaimana seorang anak belajar berbicara. Mula-mula ia mengimitasi dirinya
sendiri kemudian ia mengimitasi kata-kata orang lain. Ia mengartikan kata-kata
juga karena mendengarnya dan mengimitasi penggunaannya dari orang lain. Lebih
jauh, tidak hanya berbicara yang merupakan alat komunikasi yang terpenting,
tetapi juga cara-cara lainnya untuk menyatakan dirinya dipelajarinya melalui
proses imitasi. Misalnya, tingkah laku tertentu, cara memberikan hormat, cara
menyatakan terima kasih, cara-cara memberikan isyarat tanpa bicara, dan
lain-lain.
Selain itu, pada lapangan pendidikan dan perkembangan
kepribadian individu, imitasi mempunyai peranannya, sebab mengikuti suatu
contoh yang baik itu dapat merangsang perkembangan watak seseorang. Imitasi dapat
mendorong individu atau kelompok untuk melaksanakan perbuatanperbuatan yang
baik.
Peranan imitasi dalam interaksi sosialjuga mempunyai
segi-segi yang neatif. Yaitu, apabila hal-hal yang diimitasi itu mungkinlah
salah atau secara moral dan yuridis harus ditolak. Apabila contoh demikian
diimitasi orang banyak, proses imitasi itu dapat menimbulkan terjadinya
kesalahan kolektif yang meliputi jumlah serba besar.
Selain itu, adanya proses imitasi dalam interaksi sosial
dapat menimbulkan kebiasaan di mana orang mengimitasi sesuatu tanpa kritik,
seperti yang berlangsung juga pada faktor sugesti. Dengan kata lain, adanya
peranan imitasi dalam interaksi sosial dapat memajukan gejala-gejala kebiasaan
malas berpikir kritis pada individu manusia yang mendangkalkan kehidupannya.
Imitasi bukan merupakan dasar pokok dari semua interaksi
sosial seperti yang diuraikan oleh Gabriel tarde, melainkan merupakan suatu
segi dari proses interaksi sosial, yang menerangkan mengapa dan bagaimana dapat
terjadi keseragaman dalam pandangan dan tingkah laku di antara orang banyak.
2. Faktor Sugesti
Arti sugesti dan imitasi dalam hubungannya dengan
interaksi sosial hampir sama. Bedanya adalah bahwa dalam imitasi itu orang yang
satu mengikuti sesuatu di luar dirinya; sedangkan pada sugesti, seseorang
memberikan pandangan atau sikap dari dirinya yang lalu diterima oleh orang lain
di luarnya. Sugesti dalam ilmu jiwa sosial dapat dirumuskan sebagai suatu
proses di mana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau
pedoman-pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu.
3. Fakor Identifikasi
Identifikasi adalah sebuah istilah dari psikologi Sigmund
Freud. Istilah identifikasi timbul dalam uraian Freud mengenai cara-cara
seorang anak belajar norma-norma sosial dari orang tuanya. Dalam garis
besarnya, anak itu belajar menyadari bahwa dalam kehidupan terdapat norma-norma
dan peraturan-peraturan yang sebaiknya dipenuhi dan ia pun mempelajarinya yaitu
dengan dua cara utama. Pertama ia mempelajarinya karena didikan orangtuanya
yang menghargai tingkah laku wajar yang memenuhi cita-cita tertentu dan
menghukum tingkah laku yang melanggar norma-normanya. Lambat laun anak itu
memperoleh pengetahuan mengenai apa yang disebut perbuatan yang baik dan apa
yang disebut perbuatan yang tidak baik melalui didikan dari orangtuanya.
Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk
menjadi identik (sama) dengan seorang lain. Kecenderungan ini bersifat tidak
sadar bagi anak dan tidak hanya merupakan kecenderungan untuk menjadi seperti
seseorang secara lahiriah saja, tetapi justru secara batin. Artinya, anak itu
secara tidak sadar mengambil alih sikap-sikap orangtua yang diidentifikasinya
yang dapat ia pahami norma-norma dan pedoman-pedoman tingkah lakunya sejauh
kemampuan yang ada pada anak itu.
Sebenarnya, manusia ketika ia masih kekurangan akan
norma-norma, sikapsikap, cita-cita, atau pedoman-pedoman tingkah laku dalam
bermacam – macam situasi dalam kehidupannya, akan melakukan identifikasi kepada
orang-orang yang dianggapnya tokoh pada lapangan kehidupan tempat ia masih
kekurangan pegangan. Demikianlah, manusia itu terus-menerus melengkapi sistem
norma dan cita-citanya itu, terutama dalam suatu masyarakat yang berubah-ubah
dan yang situasi-situasi kehidupannya serba ragam.
Ikatan yang terjadi antara orang yang mengidentifikasi
dan orang tempat identifikasi merupakan ikatan batin yang lebih mendalam
daripada ikatan antara orang yang saling mengimitasi tingkah lakunya. Di
samping itu, imitasi dapat berlangsung antara orang-orang yang tidak saling
kenal, sedangkan orang tempat kita mengidentifikasi itu dinilai terlebih dahulu
dengan cukup teliti (dengan perasaan) sebelum kita mengidentifikasi diri dengan
dia, yang bukan merupakan proses rasional dan sadar, melainkan irasional dan
berlangsung di bawah taraf kesadaran kita.
4. Faktor Simpati
Simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya
seseorang terhadap orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional,
tetapi berdasarkan penilaian perasaan sebagaimana proses identifikasi. Akan
tetapi, berbeda dengan identifikasi, timbulnua simpati itu merupakan proses
yang sadar bagi manusia yang merasa simpati terhadap orang lain. Peranan
simpati cukup nyata dalam hubungan persahabatan antara dua orang atau lebih.
Patut ditambahkan bahwa simpati dapat pula berkembang perlahan-lahan di samping
simpati yang timbul dengan tiba-tiba.
Gejala identifikasi dan simpati itu sebenarnya sudah
berdekatan. Akan tetapi, dalam hal simpati yang timbal-balik itu, akan
dihasilkan suatu hubungan kerja sama di mana seseorang ingin lebih mengerti
orang lain sedemikian jauhnya sehingga ia dapat merasa berpikir dan bertingkah
laku seakan-akan ia adalah orang lain itu. Sedangkan dalam hal identifikasi
terdapat suatu hubungan di mana yang satu menghormati dan menjunjung tinggi
yang lain, dan ingin belajar daripadanya karena yang lain itu dianggapnya
sebagai ideal. Jadi, pada simpati, dorongan utama adalah ingin mengerti dan
ingin bekerja sama dengan orang lain, sedangkan pada identifikasi dorongan
utamanya adalah ingin mengikuti jejaknya, ingin mencontoh ingin belajar dari
orang lain yang dianggapnya sebagai ideal. Hubungan simpati menghendaki
hubungan kerja sama antara dua atau lebih orang yang setaraf. Hubungan
identifikasi hanya menghendaki bahwa yang satu ingin menjadi seperti yang lain
dalam sifat-sifat yang dikaguminya. Simpati bermaksud kerja sama, identifikasi
bermaksud belajar.
Berikut
adalah contoh interaksi masyarakat, yaitu salah satunya Interaksi Sosial Antar
Anggota Suku Baduy:
Interaksi Sosial Antar
Anggota Suku Baduy
Masyarakat Kanekes mengenal dua sistem pemerintahan, yaitu sistem
nasional, yang mengikuti aturan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan sistem
adat yang mengikuti adat istiadat yang dipercaya masyarakat. Kedua sistem
tersebut digabung atau diakulturasikan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi
perbenturan. Secara nasional penduduk Kanekes dipimpin oleh kepala desa yang
disebut sebagai jaro pamarentah, yang ada di bawah camat, sedangkan secara adat
tunduk pada pimpinan adat Kanekes yang tertinggi, yaitu “puun”. Pemimpin adat
tertinggi dalam masyarakat Kanekes adalah “puun” yang ada di tiga kampung
tangtu. Jabatan tersebut berlangsung turun-temurun, namun tidak otomatis dari
bapak ke anak, melainkan dapat juga kerabat lainnya. Jangka waktu jabatan puun
tidak ditentukan, hanya berdasarkan pada kemampuan seseorang memegang jabatan
tersebut.
Didalam Suku Baduy
terbadi atas dua, Baduy Luar dan Baduy Dalam, Baduy
Luar merupakan orang-orang yang telah keluar dari adat dan wilayah Baduy Dalam.
Ada beberapa hal yang menyebabkan dikeluarkanya warga Baduy Dalam ke Baduy
Luar. Pada dasarnya, peraturan yang ada di baduy luar dan baduy dalam itu
hampir sama, tetapi baduy luar lebih mengenal teknologi dibanding baduy dalam.
Sedangkan Baduy Dalam adalah
bagian dari keseluruhan Suku Baduy. Tidak seperti Baduy Luar, warga Baduy Dalam
masih memegang teguh adat istiadat nenek moyang mereka. Mereka terlihat menjaga
adat istiadat mereka, mulai dari cara berpakaian masih menggunakan pakaian
putih.
Interaksi mereka
dapat dilihat saat adanya panen, mereka bersama – sama. Bahkan hasil panen
hanya untuk dikonsumsi oleh masyarakat suku baduy dalam itu sendiri. Dan mereka
melakukannya dengan cara barter.
Objek kepercayaan
terpenting bagi masyarakat Kanekes adalah Arca Domas, yang lokasinya
dirahasiakan dan dianggap paling sakral. Orang Kanekes mengunjungi lokasi
tersebut untuk melakukan pemujaan setahun sekali pada bulan Kalima. Dan itupun
hanya yang merupakan ketua adat tertinggi dan beberapa anggota masyarakat
terpilih saja yang mengikuti rombongan pemujaan tersebut dan tidak termasuk
Suku Baduy Luar.
Dilihat dari sini bahwa
dalam suku baduy tidak ada interaksi dalam hal Suku Baduy Dalam dengan Suku
Baduy Luar. Tetapi didalam anggota Suku masing – masing dapat ditemuakn
interaksi sosial.
Interaksi Sosial Suku
Baduy Dengan Masyarakat Luar
Suku Baduy tebagi atas
dua kelompok, Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar, dalam Suku Baduy Dalam
mereka memegang teguh adat istiadat. Teknologi, budaya, dan masyarakat luar
tidak dapat masuk ke dalam Suku Baduy Dalam, sehingga dalam Suku Baduy Dalam
tidak adanya interaksi dengan masyarakat.
Sedangkan, Suku Baduy Luar mereka tidak lagi menjaga adat istiadat .
Mereka menerima perubahan yang masuk kedalam suku mereka. Seperti, tekonologi,
budaya, dan masyarakat luar. Sehingga memungkinkan Suku Baduy Luar Berinteraksi
dengan Masyrakat diluar suku.
Ada sebagian anggota
Suku Baduy luar matapencahariannya diluar wilayah Suku Baduy, mereka
menggantungkan nasib mereka dari masyarakat sekitar. Mulai dari bekerja,
berinterkasi, dan komunikasi.
Selain itu, mata
pencaharian masyarakat Baduy adalah bertani dan menjual buah-buahan yang mereka
dapatkan dari hutan. Selain itu Sebagai tanda kepatuhan / pengakuan kepada
penguasa, masyarakat Kanekes secara rutin melaksanakan seba yang masih rutin
diadakan setahun sekali dengan mengantarkan hasil bumi kepada penguasa setempat
yaitu Gubernur Banten. Dari hal tersebut terciptanya interaksi yang erat antara
masyarakat Baduy dan penduduk luar. Ketika pekerjaan mereka diladang tidak
mencukupi, orang Baduy biasanya berkelana ke kota besar sekitar wilayah mereka
dengan berjalan kaki.
Dalam hal interaksi Suku
Baduy dengan masyarakat luar ditemukan di Suku Baduy Luar, mereka
menerima masyarakat luar untuk berinteraksi. Sedangkan, pada Suku Baduy Dalam
tidak ada interaksi dengan masyarakat luar, ini disebabkan Suku Baduy Dalam
menolak segala berhubungan dengan teknologi, budaya, dan interaksi dari
masyarakat diluar Suku Baduy Dalam.
Referensi
:
http://sukasos.blogspot.com/2012/10/interaksi-sosial.html