Judul :
Tidak Ada Yang Tidak Bisa
Pengarang :
Dahlan Iskan
Penerbit :
JARING PENA
Tempat Terbit :
Jl. Karah Agung 45 Surabaya
Tahun Terbit :
2009
Dicetak oleh :
PT Tempira Media Grafik
Editor : Djoko Pitono
Desain sampul :
Supolo Setyo Wibowo
Jumlah halaman : 279 halaman
Jumlah bab : 39 bab
Jumlah halaman : 279 halaman
Jumlah bab : 39 bab
ISBN 978-979-1490-33-7
Dahlan Iskan lahir di Magetan pada tanggal 17
Agustus 1951. Pada saat masa pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono beliau diangkat
menjadi Menteri Badan Usaha Milik Negara Indonesia Kabinet indonesia Bersatu.
Sebelum dikenal sebagai sosok penting bagi
perkembangan Indonesia, Dahlan Iskan adalah seorang reporter surat kabar di
Samarinda, Kalimantan Selatan. Satu tahun kemudian, 1976, Dahlan Iskan beralih
profesi menjadi seorang wartawan majalah Tempo. Karirnya berkembang dengan
baik, sehingga pada tahun 1982, Dahlan Iskan ditunjuk sebagai pimpinan surat
kabar Jawa Pos.
Dahlan Iskan adalah seorang penulis. Dia
menulis "Ganti Hati" pada tahun 2008 silam. Buku tersebut diambil
dari pengalamannya yang mendapatkan cangkok hati di Tiongkok.
Dari buku tersebut, beliau tidak ragu untuk
menulis buku yang lainnya. Setengah bulan setelah buku Ganti Hati beredar di
pasaran beliau kedatangan salah satu seorang pembaca bukunya tersebut, pembaca
tersebut bukan tamu biasa, pembaca tersebut adalah seorang yang terkemuka
didunia perbankan, dia adalah Karmaka Surjaudaja. Kemudian beliau tertarik
untuk mengambil kisah pembaca bukunya tersebut. Karmaka sengaja datang
kepadanya untuk memberi masukan tentang buku Ganti Hati yang telah ia baca,
ternyata apa yang dialaminya sama dengan apa yang dialami Dahlan Iskan dalam
buku Ganti Hati.
Kemudian Dahlan Iskan ingin terinspirasi
dengan tamunya tersebut, tamunya bercerita tentang kisah yang tak kalah menarik
dengan kisah hidupnya sendiri.
Cerita berawal dari kisah hidup seorng bayi
dari dua pasangan yang berasal dari Hojka, Tiongkok. Mereka merantau ke
Indonesia tepatnya Bandung pada tahun1935 dengan menyebrangi lautan selama 3
hari. Ternyata merantau ke Indonesia begitu menyulitkan keluarga kecil ini,
bayi yang berumur 10 bulan mengalami diare, mereka tidak tahu harus berbuat
apa, sang ibu dan bayinya terombang ambing dikapal selama berhari-hari, pada
saat itu prajurit belanda sangat ketat dalam mengawasi wilayah tersebut,
untungnya beberapa tokoh Tionghoa sudah tiba di pelabuhan untuk menolong mereka
dan tokoh Tionghoa tersebut berusaha meyakinkan para penguasa Belanda dan
akhirnya mereka berhasil untuk bisa masuk ke wilayah tersebut.
Kwee Tjie Kui nama dari ayah bayi tersebut,
mengambil pikiran lain, ia menyuruh istrinya untuk pulang lagi ke Hokja karena
keadaan di Bandung masih belum aman dan dapat membahayakan mereka, tetapi sang
istri berpikiran lain, bayi ini belum sepenuhnya pulih akan penyakitnya,
bagaiman kalau nanti pada saat perjalanan dikapal bayi ini malah justru
bertambah parah penyakitnya, jadi diputuskan mereka semua tinggal di Bandung.
Perlahan-lahan bayi berumur 10 bulan yang bernama Kwie Tjie Hoei tersebut sudah
mulai pulih dari penyakitnya. Ketika 32 tahun si bayi menjadi warga negara
Indonesia dan namanya pun berganti menjadi Karmaka Surjaudaja.
Awal perjalanan Karmaka sudah begitu sulit
dan penuh rintangan, rintangan itu tidak berhenti disana, rintangan baru
bermunculan seiring Karmaka yang makin bertumbuh dewasa. Setelah beberapa tahun
di Bandung ayahnya diangkat sebagai kepala sekolah di suatu sekolah swasta
Tionghoa di Bandung, namun beliau tidak lama menjabat sebagai kepala sekolah di
sekolah tersebut dikarenakan Belanda tidak memperbolehkan banyak
sekolah-sekolah swasta yang berdiri di Bandung, jadi sekolah tempat ayah
Karmaka menjabat pun di tiadakan. Karmaka pun memiliki adik yang bernama Kwee
Tjie Ong, kaka beradik ini pun akhirnya sekolah setelah lama menunggu untuk
menuntut ilmu, mereka sekolah di SD Long Hua yang jaraknya dekat dengan rumah
mereka sehingga hanya perlu berjalan kaki untuk kesana. Ayahnya pun mendapatkan
pekerjaan lagi di sebuah pabrik tekstil di Cibeureum, dan dengan ketekunannya
ayah Karmaka pun akhirnya diangkat sebagai direktur pabrik tersebut.
Ditengah kondisi yang mulai membaik, Kwee
Tjie Kui memberikan kabar yang tidak mengenakan, ia mengalami patah punggung,
mau tidak mau Karmaka harus menggantikan posisi ayahnya untuk menghidupi
keluarga mereka. Akhirnya Karmaka harus merelakan sekolahnya, dan berusaha
mencari kerja. Mencari kerja pada saat itu sangatlah sulit, kemana-mana ia
mencari kerja tetaoi tak kunjung dapat. Kemudian ia mencoba melamar ke pabrik
tekstil tempat ayahnya bekerja dulu, dan ia diterima, tetapi pada saat ia
bekerja ada saja cobaan yang menhadang, ia keluar dari pekerjaan tersebut, ia
keluar karena wakil direktur pabrik tersebut berbuat curang kepadanya. Ia pun
bingung bagaimana ia bisa menghidupi keluarganya. Lambat laun ayahnya pun pulih
dari penyakit patah punggunya tersebut. Akhirnya Karmaka dapat sekolah lagi
walaupun ia harus tinggal kelas 1 tingkat sehingga dia setingkat dengan
adiknya.
Karmaka dan adiknya pun lulus dari SMA, ia
berencana untuk meneruskan pendidikannya di ITB mengambil jurusan teknik
elektro, Karmaka sangat senang sekali dengan teknik elektro, ia belajar dengan
tekun untuk bisa masuk ke prodi yang ia pilih itu, sedangkan adiknya ingin
masuk Fakultas Kedokteran di Universitas Indonesia. Ayah Karmaka oun
menjelaskan kepada mereka berdua, bahwa kondisi ekonomi keluarga mereka tidak
cukup untuk membiayai keduanya untuk bisa meneruskan pendidikan. Sehingga,
salah sau dari mereka harus ada yang mengalah, Karmaka pun akhirnya mengalah
dan akhirnya adiknya yang melanjutkan pendidikan. Karmaka pun mencari kerja
untuk dapat membantu ayahnya menyekolahkan adiknya.
Ia berusaha mencari kerja kesana-sini, dan
akhirnya ia mencoba kembali untuk datang ke pabrik tekstil tempat ia dulu
dicurangi oleh wakil direktur dipabrik tersebut. Ternyata usahanya ditolak
mentah-mentah oleh wakil direktur tersebut. Ia pun kembali mencari kerja lagi,
kebetulan ada sekolah yang sedang mencari guru olahraga, dan ia pun masuk
menjadi guru olahraga di sekolah tersebut.
Tak terasa biaya pendidikan adiknya pun
mengalami kenaikan, dan ia tidak mungkin hanya mengandalkan pekerjaannya
sebagai guru olahraga, akhirnya ia melamar ke sebuah pabrik tekstil yang
lainnya, pabrik tekstil ini cukup besar, yang tidak lain adalah milik temannya.
Kerja kerasnya membuahkan hasil, dia berhasil membuat adiknya lulus sebagai
Dokter, tetapi sebelum adiknya wisuda, kejadian yang tidak diduga terjadi,
seperti disambar petir dimusim kemarau sang adik meninggal dunia karena
kecelakaan lalu lintas.
Walapunn ia sudah memiliki 2 pekerjaan,
tetapi dia merasa masih bisa untuk mendapatkan tambahan penghasilan, dimalam
hari ia mengajar sebagai guru les, Karmaka adalah anak yang cerdas jadi ia
tidak merassa sulit untuk memberikan les kepaada anak-anak orang kaya pada masa
tersebut.
Karena kerja Karmaka yang tekun dan bisa
diandalkan, Karmaka diberikan tawaran oleh pemilik pabrik tekstil tempat ia
bekerja untuk sekolah di Jepang dan ia akan dijodohkan, tawaran yang sangat
menarik, tetapi hati Karmaka berkehendak lain, ia tidak bisa menerima tawaran
tersebut karena ia tidak mau berpangku tangan, dan ia memiliki jiwa yang bebas
sehingga ia tidak mau terikat dengan orang lain, dan masalah jodoh ia sudah
terlanjur menaruh hati pada seorang gadis dimana gadis tersebut adalah anak
yang ia ajarkan les.
Lim Khe Tjie adalah ayah dari gadis pujaanya
tersebut, Lim memiliki sebuah bank yang sangat terkemuka di Bandung, dengan
usahanya yang cukup maju tersebut sudah menjadi adat bagi orang tiongkok untuk
pergi mengunjungi makan orang tuanya yang berada di Hokja, sebelum Lim pergi ke
Hokja ia ingin putrinya Kweng Ing untuk menikah terlebih dahulu. Tanpa diduga
ternyata Lim memiliki simpati kepada Karmaka, ia merasa putrinya pantas
mendapatkan seorang suami seperti Karmaka yang memilki jiwa pantang menyerah
dan sangat pekerja keras. Tanpa pikir panjang Lim menyuruh Karmaka untuk
menikah dengan putrinya. Tetapi Karmaka ragu karena ia merasa tidak pantas
untuk menikahi Kweng Ing, karena ia tidak memiliki apa-apa untuk dapat
menghidupi Kweng Ing yang berasal dari keluarga berada, apalagi ia telah
mengundurkan diri dari pabrik tekstil yang pemiliknya menwarkannya sekolah di
Jepang pada saat itu, tetapi Lim tidak ragu dengan keputusannya untuk menikahi
putrinya dengan Karmaka, akhirnya mereka berdua menikah diumur karmaka yang
masih cukup muda yaitu 25 tahun.
Karmaka dan Kweng Ing telah resmi menjadi
suami istri, mereka memulai kehidupan baru, Karmaka membawa Kweng Ing ke rumah
kedua orang tuanya yang beda di Jalan Hotel Homan, Bandung bersama keluarga
besar dan sembilan adiknya.
Mertua Karmaka Lim Khe Tjie memperkenalkan ia
dengan pemilik pabrik NV Padasuka yang merupakan kenalan baiknya yang juga
bergerak di bidang tekstil. Karmaka pun kerja di pabrik tersebut, dan ia sangat
senang sekali bekerja disana karena pemilik pabrik tersebut Tan Lin Tjik sangat
baik kepadanya dan beliau adalah orang yang sangat berpengaruh di bidang
bisnis, sehingga Karmaka dapat menambah pengalaman dan ilmu baru pada saat
bekerja di pabri NV Padasuka ini.
Ketika Karmaka sedang senang-senangnya
bekerja di NV Padasuka, tiba-tiba mertuanya menelponnya dan memberikan kabar
buruk, Lim tidak bisa pulang ke Indonesia, karena ada yang menjebaknya sehingga
ia tidak bisa mengawasi bank NISP miliknya, ia tertahan di Hokja untuk itu ia
menyuruh Karmaka untuk menyelamatkan NISP. Mertuanya menjelaskan bahwa NISP
sedang di tangani oleh orang-orang yang ia anggap orang terpercayanya yang
sekarang justru menghianatinya, ia menyuruh Karmaka untuk tidak percaya dengan
siapapun di bank NISP. Dengan tidak adanya pengalaman ekerja di bank dan tidak
mengerti apa-apa mengenai perbankan maka dalam situasi seperti ini ia sangat
bingung untuk mengendalikan bank milik mertuanya itu. Akhirnya dengan modal
pikiran dan tekad bulat yang ia punya dan ia mengatur strategi untuk bisa masuk
kedalam bagian bank NISP.
Karmaka pun akhirnya mencoba strateginya ia berbicara
kepada atasan-atasan disana, dan usahanya pun nihil, ia malah dicaci maki oleh
atasan-atasan penghianat tersebut, padahal ia hanya meminta untuk menjadi
kasir, rupanya strateginya tersebut telah terbaca oleh para penghianat
tersebut. Kemudian ia bingung bagaimana caranya untuk bisa mendapatkan kembali
NISP ini, awalnya ia ingin menyerah saja, tapi ia akan merasa bersalah apabila
menyerah semudah ini kepada mertuanya, pada saat yang bersamaan
karyawan-karyawan bank NISP menemuinya dan mengusulkan untuk menyusun
bukti-bukti yang kuat untuk dapat menuntut para penghianat tersebut. Akhirnya
bukti-bukti pun dapat, ternyata para penghianat itu memberikan promosi bahwa
NISP memberikan inden mobil impala, memang pada masa itu mobil impala adalah
lambang kemewahan. Promosi itu amat menarik, yang tidak ingin punya mobil pun
bisa tergiur untuk menyerahkan uang RP.1,8 juta ke NISP, karena nantinya mereka
pun dapat langsung menjualnya dengan keuntungan berlipat. Jumlah orang yang
inden mobil lewat NISP ada 3.000 nasabah. Secara yang bersamaan ternyata penghianat-penghianat
tersebut baru saja mendirikan perusahaan impor ekspor. Tentu perusahaan pribadi
mereka sendiri, diluar NISP tapi memakai nama NISP secara tidak benar.
Perusahaan inilah yang berencana melakukan impor impala. Para penghianat ini
terlalu ambisius, karena uang yang terkumpul dari 3.000 nasabah tidak mereka
gunakan untuk langsung impor mobil, melainkan mereka putar dulu. Pasar dunia
sedang maraknya dengan perdagangan karet yang menggiurkan. Mereka ternyata
melakukan impor mobil sekaligus mengekspor karet ke Malaysia dan Singapura.
Tetapi renaca mereka gagal karena ekspor karetnya gagal, dan akibatnya, uang
yang direncanakan untuk impor mobil habis. Nasabah pun marah semarah-marahnya,
uang yang mereka kumpulkan untuk inden mobil impala pun hilang. Ternyata kasus
impala itu bukan satu-satunya penyelewengan yang terjadi di NISP tetapi para
penghianat itu juga mulai punya banyak perusahaan. Lalu, mengambil kredit di
NISP dengan prosedur yang tidak benar. Kredit-kredit tersebut banyak juga yang
kemudian gagal bayar dan macet. Kalaupun ada yang tidak macet, tapi bunganya
tidak dibayarkan, dan yang macet pun kemudian dilakukan eksekusi sitaan jaminan
tapi sudah diatur sedemikian rupa sehingga banklah yang dirugikan.
Akhirnya bukti-bukti tersebut terbukti dan
para atasan-atasan tersebut ditangkap, dan akhirnya karmaka dapat masuk kedalam
bagian NISP. Tetapi masuk kedalam NISP setelah menyingkirkan para penghianat
itu juga tidak mudah, Karmaka tidak bisa menjadi pemilik NISP sepenuhnya
dikarenakan warga negaranya yang masih belum menjadi warga negara Republik
Indonesia. Kemudian ia memberikan alasan kepada Bank Indonesia bahwa ia telah
bertahun-tahun mengajukan diri sebagai warga negara Indonesia tetapi tak ada
hasil, dan walaupun dia bukan warga negara Indonesia tetapi istrinya adalah
warga Indonesia yang merupakan putri kandung dari Lim Khe Tjie pemilik Bank
NISP. Akhirnya Bank Indonesia secara bijaksana menerima alasan Karmaka. Karmaka
disetujui menjadi direktur NISP dengan syarat, kalau sampai tanggal 1 Juni 1966
kewarganegaraannya belum juga keluar, statusnya sebagai direktur NISP
dibatalkan kembali. Meski soal kewarganegaraanya ini bukan salah Karmaka,
tetapi ias setuju dengan syarat itu, karena waktu yang diberikan Bank Indonesia
cukup panjang. Masih ada waktu 3 tahun untuk mengurusi status WNI nya tersebut.
Karmaka pun mencoba memimpin Bank NISP dan
tak mudah untuk mengembalikan kepercayaan nasabah dan para buruh (karyawan).
Para buruh demo didepan kantor NISP dan mereka menuntut Bank NISP dan menyuruh
direktur bank NISP yang tak lain adalah karmaka untuk berpidato memberikan
alasannya. Pada awalnya karmaka sangat bingung karena ia tidak pernah
sebelumnya melakukan pidato didepan umum, dengan tekadnya yang kuat mengingat
bank ini adalah amanah dari mertuanya akhirnya ia memberanikan diri untuk
memberikan pidatonya, awalnya para buruh menyepelekannya dan menganggap Karmaka
tidak bertanggung jawab, tetapi tak diduga, para buruh justru luluh dengan
ucapan Karmaka yang memberikan pernyataan bahwa ia tahu apa yang sedang dialami
para buruh pada saat ini, ia menceritakan kisah ia yang dulu juga pernah
menjadi buruh pabrik, akhirnya para buruh yang awalnya sangat marah justru
sekarang mendukung Karrmaka untuk dapat memimpin NISP dengan baik.
Setelah mengambil kepercayaan para buruh,
kemudian ia mencoba untuk bisa mengembalikan kepercayaan para nasabah. Dengan
menyita semua aset para pemimpin yang menghianati bank ini, semua uang nasabah
dapat dikembalikan kembali. Dan Tidak sampai satu tahun berkat tangan Karmaka
NISP dapat pulih kembali.
Tetapi cobaan pun datang kembali, seorang
manajer bank NISP menghadap dirinya untuk mengatakan bahwa sudah saatnya
sebagian saham bank NISP diberikan kepada mereka, mereka meminta saham 20%,
kalau tidak mereka akan berhenti dari NISP, padahal mereka semua adalah aset
terpenting bagi NISP karena mereka semua adalah orang hebat yang dapat
menangani NISP. Karmaka tidak semudah itu mengiyakan ancaman manajer tersebut.
Ia penasaran mengapa manajer tersebut melakukan ancaman seperti itu, akhirnya
ia mencari tahu siapa manajer itu sebenarnya. Ternyata manajer tersebut masih
ada hubungan keluarga dengan para pemimpin yang pernah menghianati bank NISP.
Pantas saja mereka kompak dalam hal yang seperti ini.
Akhirnya dengan tekad yang bulat, Karmaka
tidak mengiyakan ancaman dari manajer tersebut, ia rela mereka berhenti dari
NISP asalkan bank yang dibangun dengan susah payah oleh mertuanya ini bisa
tetap berjalan baik. Reaksi dari manajer tersebut memang tidak mengenakan hati
Karmaka, sang manajer marah dan tanpa diduga Karmaka ternyata yang keluar dari
NISP hanya dua orang dikarenakan staff lainya masih ingin bekerja dengan baik
di NISP.
Sudah dua kali Karmaka berhasil menyelamatkan
bank NISP, ternyata ada lagi cobaan yang datang tak terduga. Kali ini bermula
dari lelang saham 43 persen milik mantan para pimpinan bank NISP yang dulu
disita Kejaksaan Agung untuk mengembalikan uang-uang nasabah yang inden mobil
Impala. Awalnya ia senang karena uang nasabah bank NISP segera terbayar
kembali, sehingga nama NISP tidak terbawa-bawa ke citra yang buruk, namun tidak
pada saat itu, seseorang yang memenangi lelang tersebut datang ke kantor NISP,
seseorang itu mengancam akan menguasai saham NISP 100 persen. Karmaka pun tak
tinggal diam ia langsung dengan sigap mengapa orang ini seenaknya berbicara
seperti itu, dengan susah payah Karmaka membangun kembali perusahaan mertuanya
ini, dan dengan mudahnya orang itu ingin menguasai saham 100 persen. Memang
orang tersebut menang lelang saham, tetapi hanya 43 persen. Karmaka pun
menyelidikinya, ternyata orang tersebut adalah orang suruhan, ia pun
menyelidiki siapa bos dari orang yang mengancamnya tersebut. Setelah
menyelidiki, Karmaka akhirnya mendengar bahwa pemenang lelang itu bukan orang
sembarangan. Dia adalah salah satu pemilik sebuah bank yang amat-amat besar di
Jakarta.
Karmaka pun datang ke Jakarta untuk menemui
bos yang memenangi lelang sahamnya itu, tanpa disangka bos tersebut merupakan
orang yang ramah dan baik. Kemudian ia masuk kedalam kantor bos tersebut,
disana ia mendengar bos tersebut berbicara dengan asistennya dengan bahasa
Hokkian yang mana bahasa tersebut adalah bahasa ibunya sendiri. Bos tersebut
mengatakan kepada asistennya untuk mengurus urusannya dengan Karrmaka, karena
ia sedang sibuk. Kemudian sang asisten pun berbicara dengan Karmaka, asisten
tersebut mengatakan, kika 3 hari jual-beli saham ini tidak dilaksanakan maka
Karmaka kelak akan menyesal, namun bukan Karmaka namanya kalau ia tidak teguh
pada pendiriannya, ia berdiri dan mengatakan bahwa ia datang ke Jakarta bukan
untuk mengemis, dan ia mengancam balik asisten itu jika ia berani macam-macam
kepada bank NISP maka mereka akan dikubur hidup-hidup di Bandung karena
mertuanya adalah seorang yang amat sangat berpengaruh di Bandung. Asisten
tersebut pun terkejut dengan ucapan Karmaka, ia langsung memberitahukan ancaman
Karmaka itu kepada bosnya, dan akhirnya mereka bilang, ini semua hanyalah
kesalahpahaman. Akhirnya mereka setuju Karmaka menjadi Presiden Direktur, dan
mereka akhirnya bekerja sama. Karmaka pun sudah merasa lega, pasalnya ia saja
tidak tahu kalau mertuanya adalah orang yang berpengaruh di Bandung atau tidak,
tiba-tiba kata-kata itu muncul saja dari dirinya, dan untungnya orang-orang
tersebut percaya dengan ucapannya.
Setelah kejadian itu, Karmaka pun dengan
bangga menelpon mertuanya yang berada di Hokja, ia melaporkan semua yang telah
ia lakukan untuk bank NISP. Pada waktu yang bersamaan, ia mendengar keributan
kecil yang ada didepan rumahnya, ternyata terdapat mobil jeep didepannya dan
beberapa petugasnya turun dari mobil tersebut, kemudian mereka bertanya kepada
karmaka, apakah ia mengenal Mr. Tan, ia pun menjawab tidak tahu, dan
petugas-petugas itu pun pergi. Selama 30 menit berlalu, petugas-petugas itu pun
datang kembali ke rumah Karmaka, dan menculik Karmaka tanpa alasan yang jelas,
ia pun bertanya-tanya kepada petugas yang menariknya masuk ke dalam mobil jeep
tersebut, sang petugas pun menyuruh Karmaka untuk diam dan tidak usah banyak
tanya. Kemudian ia berpikir bahwa ia dicoba untuk dibunuh karena pada kejadian
sebelumnya pada saat ia ingin menaiki mobil di kantor NISP mobil tersebut mengalami
lecet yang disebabkan oleh sebuah peluru. Kemudian Karmaka yang sedang berpikir
mengapa ia ingin dibunuh, dibawa ke sebuah rumah sepi yang berada ditengah
sawah. Karmaka pun berada dirumah tesebut selama seharian, dan ia pun mencoba
berkomunikasi dengan para petugas yang berjaga diluar rumah tersebut, dan
beralasan bahwa ia sakit perut dan ingin buang air besar, tetapi usahanya untuk
keluar dari rumah itu gagal, para petugas itu tidak mengizinkannya.
Kemudian pada pukul 02.30, ia membulatkan
tekadnya untuk keluar dari rumah tersebut, setalah mengatur rencana, ia pun
menjebol jendela tanpa sepengetahuan para petugas tersebut, dengan mencopot
baju dan celana serta sepatunya ia lari menyusuri sawah, dengan hanya
mengenakan pakaian dalam. Dengan keadaan yang begitu kotor ia pun berlari dan
mencari tahu rumah Brigjen Sutoko. Karmaka menuju rumah Brigjen Sutoko karena
mertuanya memberitahunya kalau terjadi sesuatu yang gawat ia dapat meminta
perlindungan kepada Brigjen Sutoko.
Setibanya di Rumah Brigjen Sutoko, Karmaka
langsung menceritakan apa yang terjadi kepadanya. Brigjen tersebut pun
memberitahunya bahwa mertua Karmaka adalah tokoh yang sangat berpengaruh di
Bandung, pantas saja kalau ia ingin dibunuh oleh oknum-oknum yang tidak
bertanggung jawab tersebut. Mertua Karmaka adalah salah satu pejuang di
Bandung, ia sebenarnya pernah sempat ingin diberi gelar sebagai pejuang, tetapi
ia tidak mau karena ia bersahabat dengan seorang warga Belanda yang dulu sempat
menjajah Indonesia, karena persahabatan itu ia merasa tidak enak dengan
sahabatnya itu. Bank NISP sebenarnya awalnya didirikan oleh sahabat mertuanya
itu, Lim sang mertua Karmaka pun bekerja disana. Tak lama setelah Indonesia
merdeka dari Belanda, sahabat Lim pun mau tidak mau harus pergi dari Indonesia,
dan ia menyerahkan bank NISP untuk diurus oleh Lim, ia percaya dengan ketekunan
Lim banknya akan tetap berjalan baik.
Karmaka pun menjalani kegiatannya seperti
biasa, tetapi ada hal yang membuatnya cukup canggung, karena ia dikawal oleh
beberapa orang setiap datang ke kantor, dan ia menggunakan jas anti peluru yang
lumayan berat untuk dikenakannya. Maklum saja ia telah dua kali dicoba untuk
dibunuh, jadi wajar kalau ia mendapatkan pengawalan yang cukup ketat.
Setelah melewati berbagai rintangan, Karmaka
pun dihadapi dengan rintangan selanjutnya, pada September 1965 keadaan negara
menjadi kacau, politik dan ekonomi juga keamanan, dan pemerintah mengadakan
kegiatan tindakan moneter. Uang Rp. 1.000 menjadi Rp. 1,-. Nasabah pun mulai
panik, semua bank tabungan termasuk NISP kontan diserbu para penabung yang
kehilangan nilai uangnya secara mendadak. Para penabung mengamuk membabi buta. Akhirnya
ia pun mencoba segala cara untuk bisa memulihkan keadaan yang sedang kacau
tersebut, mulai dari meminjam uang, menutup cabang NISP yang ada, sampai
memberhentikan karyawannya, yang Karmaka sendiri pun sebenarnya berat untuk
memberhentikannya.
Benar sekali karyawan-karyawan Karmaka
mengamuk mereka tidak mau apabila harus diberhentikan, akhirnya Karmaka pun
bingung, mau tidak mau ini harus diakukan, tapi disisi lain ia pun sebenarnya
tidak tega harus melakukan ini kepada karyawannya.
Karmaka pun frustasi, ia pun meluapkan
kekesalannya, ia berteriak kepada para karyawannya untuk mengambil NISP, ia
frustasi. Setiap malam Karmaka tidak bisa tidur, memikirkan bagaimana NISP
kedepannya. Terlintaslah pikiran bahwa ia ingin mati saja. Ia pun menulis
pesan-pesan terakhir sebelum ia mengakhiri hidupnya. Dan akhirnya Karmaka pun
tergeletak dengan meminum sebuah racun.
Karmaka ditemukan sudah dalam keadaan pingsan
di kamar rumahnya. Isterinya yang menemukannya dalam keadaan sangat kritis itu.
Karmaka sendiri tidak tahu semua itu. Tahu-tahu ia sudah siuman. Yakni ketika
sudah di atas tempat tidur di rumah sakit Boromeus, Bandung. Dia segera tahu
bahwa uasaha bunuh dirinya gagal.
Dokter pun masuk kedalam ruangannya dan
menanyakan mengapa ia berbuat seperti itu, Karmaka pun langsung menceritakan
semuanya yang terjadi dan mengapa ia melakukan hal seperti itu. Dan ia minta
dokter untuk merahasiakan kalau ia mencoba untuk bunuh diri.
Karmaka pun dirawat di rumah sakit dan ia
untuk sementara tidak pergi ke kantor dulu. Karyawan Karmaka pun mencari-cari
sosok Karmaka yang tak kunjung datang ke kantor, mereka pun akhirnya tersadar
dengan kata-kata Karmaka yang berteriak kepada mereka untuk mengambil NIPS, itu
berarti Karmaka sudah sangat frustasi dengan keadaan yang sedang terjadi.
Akhirnya mereka pun mencari Karmaka dan segera menemuinya.
Dua orang perwakilan dari para karyawan NISP
pun datang ke rumah sakir untuk menawarkan sebuah penawaran. Mereka menawarkan
bagaimana kalau pesangon mereka bukan 10 kali dan yang diPHK bukan 3.200 orang,
sesuai perkataan Karmaka waktu itu, tetapi mereka meminta untuk menambah
pesangon mereka menjadi 20 kali dan yang diPHK 3.000 orang saja. Sungguh
Karmaka tidak bisa mengabulkan permintaan mereka. Ia pun berbicara baik-baik
bahwa keputusannya tidak bisa diganggu gugat. Salah satu dari karyawan itu pun
langsung berdiri dan membentak Karmaka, sedangkan yang satu laginya memohon
kalau ia ingin bekerja lebih lama di NISP dan rela jikalau mereka lembur mereka
mau untuk tidak dibayar dari lembur tersebut. Melihat sikap karyawannya itu
Karmaka pun akhirnya luluh, ia berpikir lagi untuk penawaran itu dan memberikan
syarat, yakni mereka yang masih tertinggal di perusahaan harus mau dalam lima
tahun tidak akan naik gaji. Akhirnya mereka pun setuju, dan sebagai
kompensasinya, Karmaka juga berjanji kalau semua karyawan mau bekerja dengan
syarat tersebut kelak, kalau NISP sudah maju, kesejahteraan karyawan akan dia
tingkatkan.
Keadaan lain yang tak kalah membuat Karmaka
terkejut dan senang adalah, ketika ia sedang dihadapi oleh situasi sulit
seperti ini, ternyata kewarganegaraanya sudah resmi menjadi warga negara
Indonesia dan ditandatangani langsung oleh Bung Karno. Itu berarti ia bisa
menjabat sebagai Direktur Utama untuk waktu yang sangat panjang.
Setelah mendapatkan status kewarganegaraanya
itu Karmaka melanjutkan untuk mengatasi keadaan NISP yang sedang kacau. Ia
mencari dana kesana sini untuk bisa menyelesaikan masalahnya. Sang istri pun
sampai rela berkorban untuk merelakan rumah yang merupakan warisan ayahnya
sebagai jaminan, awalnya ia berat untuk melepaskannya, tetapi mengingat ini
untuk kepentingan mempertahankan bank NISP ia pun akhirnya merelakan rumah itu.
Pengorbanan isteri Karmaka beleum berhenti disitu. Agar perusahaan bisa
berjalan dan agar rumah yang dijaminkan bisa selamat, sang isteri harus ikut
kerja keras. Karmaka sendiri sudah berjanji tidak akan menerima gaji dari
perusahaan dan ia semakin dibelit kesulitan untuk menghidupi isteri dan
anak-anaknya yang kini sudah empat orang, maka dalam keadaan seperti itu dan
dalam keadaan ekonomi nasional yang juga masih sulit, isteri Karmaka mengajukan
usul pada Karmaka, ia ingin bekerja untuk dapat membantu Karmaka dalam
menghidupi keluarganya. Isteri Karmaka pun pergi ke Hongkong untuk kursus
kecantikan. Disana ia bisa kursus kecantikan yang paling modern dengan biaya
yang murah. Sebab bapak dan ibunya masih tinggal di sana karena masih belum
diizinkan kembali ke Indonesia. Dia bisa tinggal di rumah orang tuanya itu.
Tiga bulan kemudian, isteri Karmaka sudah
pulang dan sudah mahir dibidang kecantikan. Bahkan yang paling modern sekali
pun. Karena itu dia langsung membuka usaha salon di rumahnya. Salon itu ia
namakan ‘Star Salon’. Alat-alatnya memang tak baru, tetapi karena ia beli di
Hongkong, masih tergolong modern juga di Indonesia.
Salon Star milik isteri Karmaka itu memang
mengalami kemajuan yang pesat. Bahkan, kalau hari Sabtu dan Minggu, harus kerja
sepanjang hari dan malam. Sangat sering adanya banyak acara perkawinan di mana
banyak calon pengantin wanita mendaftar untuk dirias dan dipercantik rambut
serta wajahnya. Untuk itu, isteri Karmaka sudah harus mulai memepersiapkan jam
01.00 dini hari. Lalu mulai mengerjakan tata rias seluruh keluarga pengantin
satu-persatu hingga pagi harinya menjelang pesta perkawinan dilangsungkan.
Pelan-pelan bank NISP yang staatusnya sudah
menjadi bank umum bisa dihidupkan kembali. Bersamaan dengan hal itu ketenangan
Karnaka kembali diusik, kali ini bank besar yang jadi partner baru yang
diandalkannya dulu itu ternyata keropos. Bank tersebut dikors oleh Bank
Indonesia. Padahal bank tersebut sudah menanggung pinjaman antarbank di NISP sebesar
Rp.46 juta(uang baru). Ini gara-gara bank tersebut setiap hari kalah kliring.
Dan setiap kalah kliring selalu meminjam uang dari NISP untuk meutupinya.
Karmaka memang sudah sering menolak permintaan pinjam uang tersebut, namun ia selalu
dibentak dengan kata-kata yang memojokan. Kata-kata tersebut adalah, mengapa
mereka ikut memiliki NISP kalau tidak bisa dimanfaatkan, oleh karena itu
Karmaka meminjamkan mereka uang. Ternyata lama-lama bank besar tersebut tidak
kuat dan harus ditutup oleh pemerintah. Kini piutang Rp.46 juta, suatu jumlah
yang cukup besar bagi NISP saat itu, menjadi ganjalan yang akan sangat
mengganggu NISP.
Karmaka pun sangat marah, ia mengatakan jika
masalah ini tidak bisa diselesaikan makan NISP akan bangkrut. Karena emosinya
ia sampai ingin menembak pemilik bank itu, tetapi usahanya dihentikan oleh
isteri pemilik bank tersebut. Emosi Karmaka pun mereda setelah mendengar
kata-kata sang pemilik bank tersebut. Ia mengatakan bahwa dulu Karmaka datang
kepadanya untuk menjual sahamnya kepada bank yang pada saat itu sedang
maju-majunya, dan pada saat itu ia mau membantu Karmaka dengan tulus. Dan
sekarang, pada saat bank yang dulu sempat membantu NISP berbalik sedang
menghadapi kesulitan. Karmaka pun mengakhirinya dengan bagaimana cara menyelesaikan
ini semua, pemilik bank tersebut pun menyerahkan semua saham-sahamnya kepada
NISP. Karmaka pun bingung, kalau diambil berarti seluruh beban itu akan menjadi
bebannya. Kalau tidak diambil, dan pemilik bank itupun ditembak, toh juga tidak
akan menyelesaikan masalah. Bahkan kalau penembakan itu dia lakukan masyarakat
akan heboh dan nama NISP akan hancur. Akhirnya mau tidak mau Karmaka pun
menyetujui dengan apa yang dikatakan oleh pemilik bank tersebut. Dan saham NISP
pun berada ditangan isteri Karmaka yang mana ia adalah puteri sang pemilik bank
NISP.
Setelah 95 persen saham NISP berada ditangan
isterinya. Karmaka semakin terdorong untuk lebih mati-matian lagi menyelamatkan
bank yang didirikan mertuanya itu. Dengan mengendarai vespa ia mencari nasabah
baru. Dan benar saja dengan bantuan Tuhan ada saja orang yang mau membantunya.
Salah satu temannya Peter Eko Sutioso, SH. Peter membantunya mengenalkannya
dengan relasinya, bahkan ia sampai meminjamkan ruang tamu yang ada dirumahnya
sebagai kantor NISP, tanpa sewa atau bayaran apapun. Benar saja, dengan waktu
yang singkat mereka mendapatkan 160 nasabah, dan keadaan NISP semakin membaik.
Bahkan krisis moneter yang terjadi lagi ditahun 1968, NISP tidak terpengaruh
lagi. Banyak bank yang berjatuhan, tetapi NISP justru malah semakin berkibar,
itu karena nasabah-nasabah percaya bahwa NISP dapat mengendalikannya, dan NISP
pun kebanjiran nasabah.
Ditengah membanjirnya nasabah baru ditahun
1968 yang menjadi titik balik bagi NISP, pada saat itu juga NISP menyita sebuah
bangunan yang dijaminkan oleh salah satu nasabah di Jakarta, karena kreditnya
yang macet. Rupanya bank NISP tidak satu-satunya bank tempat ia mengkredit
beberapa uang, bank Daiwa Perdania juga jadi bank tempat ia mengkredit beberapa
uang, dan sontak saja bank Daiwa milik orang Jepang ini ingin menyita bangunan
tersebut juga, tetapi bank NISP memenangkan bangunan tersebut karena bank NISP
memilik dokumen yang lebih lengkap. Pimpinan bank Daiwa ini kesal dengan apa
yang telah dimenagkan oleh bank NISP, kemudian ia marah-marah didepan Karmaka
dengan menggunakan bahasa Jepang. Karmaka yang dulunya mendapatkan juara 2
dibidang bahasa jepang sewaktu sekolah dasar mengerti apa yang dikatakan oleh
pimpinan bank Daiwa tersebut, ia pun menanggapinya dengan santai, dan tidak
ingin balik melawannya, justru ia malah memberikan penawaran, ia hanya
memerlukan pengembalian uang sebesar Rp 8 juta dari nasabah tersebut, sedangkan
nilai asetnya mencapai paling tidak Rp 25 juta. NISP dapat membantu proses
untuk mendapatkan sisanya untuk membayar kredit macet di Daiwa Perdania. Dengan
penawaran yang diberikan Karmaka, pimpinan bank Daiwa ini justru marah kepada
Karrmaka, karena tawaran tersebut tidak masuk akal. Kemudian dengan berbahasa
bahasa Jepang, Karrmaka pun menjelaskannya kembali dengan lebih detil penawaran
tersebut sehingga pemilik bank Daiwa itu pun setuju dengan Karmaka. Pimpinan
bank Daiwa itu pun kaget karena Karmaka dapat berbahasa bahasa Jepang, dan
akhirnya ia pun luluh dengan keramahan dan pikiran positif Karnaka terhadapnya,
ia berpikiran bahwa sangat langka ada orang seperti Karmaka ini. Akhirnya
dengan Pikiran postif dan kebaikan yang ia tunjukan kepada pemilik bank Daiwa
tersebut pun berhasil membuat NISP menjadi partner bank Daiwa. Karmaka pun sangat
senang, yang awalnya ia hanya ingin membantu bank Daiwa, justru ia mendapatkan
yang lebih. NISP bisa mendapatkan partner bank asing yang sedang maju tersebut.
Setelah keadaan NISP yang semakin membaik,
kini saatnya Karmaka memberikan pendidikan kepada anak-anaknya. Ia ingin
anaknya tidak terlena dengan apa yang telah ayahnya dapati sekarang. Ia ingin
anak-anaknya juga berjuang sama sepertinya. Mendapatkan hal yang sekarang yang
telah ia dapati sungguh tak mudah. Pramana anak pertamanya berhasil ia sekolahkan
menjadi seorang dokter muda lulusan Universitas Padjajaran Bandung. Pramana
ternyata memiliki jiwa seperti ayahnya, ia adalah seorang yang mandiri dan
pekerja keras. Ia menjalani pekerjaan sebagai dokter inpres di pelosok Cianjur
Selatan, pekerjaan ini ia ambil sebagai syarat sebelum ia menjadi dokter
spesialis. Pada saat itu pekerjaan yang ia ambil di pelosok Cianjur ini tidak
mudah untuk dikerjakan, karena banyak sekali rintangan untuk dapat bekerja
disana, mulai dari keadaan desa yang sangat terpencil sehingga sulit untuk
dilalui dengan kendaraan, rumah yang menjadi tempat peristirahatan Pramana yang
terdapat banyak sekali serangga dan hewan melata seperti ular, dan lain-lain.
Namun ini tidak jadi persoalan Pramana ia tetap ikhlas bekerja disana. Warga-warga
disana pun sangat simpatis dengan kebaikan dan keikhlasan Pramana yang mau
mengobati mereka tanpa bayaran sepeserpun.
Sama halnya dengan Pramana anak kedua hingga
anak kelima Karmaka pun adalah anak yang dapat diandalkan. Ketika Karmaka
mendapatkan vonis oleh dokter bahwa ia tidak bisa lama hidup di dunia ini
karena kanker liver yang ia miliki cukup lama, dan itupun tanpa ia sadari,
anak-anak Karmaka pun berhasil mengendalikan NISP kalau NISP sedang mengalami kesulitan.
Anak-anak Karmaka rata-rata semuanya bergelar MBA. Mereka sekolah dengan tekun
dan berhasil mendapatkan gelar tersebut dengan waktu yang cukup cepat.
Kondisi kesehatan Karmaka semakin memburuk,
ia dihinggapi bermacam-macam penyakit, dati empedu pecah, transplantasi liver,
kedua ginjal yang satu dioperasi dan dibuang karena menderita tumor cancer
ganas, dan sisanya satu lagi juga terpaksa ditransplantasi, dan tumor kankernya
menjalar ke kandung kemih, dan selama tiga tahun ia dioperasi sebanyak 7 kali. Tetapi
itu tak membuatnya frustasi, ia selalu giat dan berpikir positif bahwa
penyakitnya akan sembuh dan semua akan baik-baik saja. Dan benar saja, ia
sembuh dari penyakitnya dan sekarang ia bisa mengawasi NISP dengan baik.
Ide dari cerita pada buku ini cukup menarik. Cara
penyampaian kisah-kisahnya cukup detil, sehingga pembaca dapat larut dalam
dengan ketegangan emosional yang sajikan oleh penulis. Sifat dan watak tokoh
utama dalam buku ini juga sangat mendominasi cerita.
Kelebihan buku ini adalah, kelengkapan data
yang diberikan penulis pada setiap kisah-kisah yang disajikan. Disisipkanya foto
sang tokoh utama juga membuat cerita semakin menarik dan pembaca seolah-olah ada
didalam cerita. Penggunaan bahasa yang komunikatif sehingga mudah dipahami oleh
pembaca.
Kekurangan buku ini adalah, kurangnya tanda
baca, beberapa konflik yang sedikit membuah bingung pembaca.
Buku ini adalah buku yang berguna untuk dapat
memotivasi semua orang, dengan kisah-kisah nyata yang ada didalamnya yang
sepertinya mustahil jika ada orang seperti Karmaka Surjaudaja. Dan ternyata
orang seperti ia ada dan ia bisa memberikan inspirasi bahwa didunia ini tidak
ada yang tidak mungkin. Saran saya adalah, sebaiknya buku ini lebih banyak lagi
memberikan cerita pada masa kecil Karmaka, karena hanya secara singkat penulis
menggambarkan masa kecil Karmaka. Dan tanda baca pada buku ini harus lebih
diperhatikan lagi.
**Profile
dahlan iskan dikutip dari http://profil.merdeka.com/indonesia/d/dahlan-iskan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar