Senin, 28 Desember 2015

Resensi Buku 1 (Buku yang Memotivasi)

Judul                          : Tidak Ada Yang Tidak Bisa
Pengarang                  : Dahlan Iskan
Penerbit                      : JARING PENA
Tempat Terbit            : Jl. Karah Agung 45 Surabaya
Tahun Terbit              : 2009
Dicetak oleh               : PT Tempira Media Grafik
Editor                          : Djoko Pitono
Desain sampul           : Supolo Setyo Wibowo
Jumlah halaman       : 279 halaman
Jumlah bab                : 39 bab
ISBN 978-979-1490-33-7


Dahlan Iskan lahir di Magetan pada tanggal 17 Agustus 1951. Pada saat masa pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono beliau diangkat menjadi Menteri Badan Usaha Milik Negara Indonesia Kabinet indonesia Bersatu.
Sebelum dikenal sebagai sosok penting bagi perkembangan Indonesia, Dahlan Iskan adalah seorang reporter surat kabar di Samarinda, Kalimantan Selatan. Satu tahun kemudian, 1976, Dahlan Iskan beralih profesi menjadi seorang wartawan majalah Tempo. Karirnya berkembang dengan baik, sehingga pada tahun 1982, Dahlan Iskan ditunjuk sebagai pimpinan surat kabar Jawa Pos.
Dahlan Iskan adalah seorang penulis. Dia menulis "Ganti Hati" pada tahun 2008 silam. Buku tersebut diambil dari pengalamannya yang mendapatkan cangkok hati di Tiongkok.
Dari buku tersebut, beliau tidak ragu untuk menulis buku yang lainnya. Setengah bulan setelah buku Ganti Hati beredar di pasaran beliau kedatangan salah satu seorang pembaca bukunya tersebut, pembaca tersebut bukan tamu biasa, pembaca tersebut adalah seorang yang terkemuka didunia perbankan, dia adalah Karmaka Surjaudaja. Kemudian beliau tertarik untuk mengambil kisah pembaca bukunya tersebut. Karmaka sengaja datang kepadanya untuk memberi masukan tentang buku Ganti Hati yang telah ia baca, ternyata apa yang dialaminya sama dengan apa yang dialami Dahlan Iskan dalam buku Ganti Hati.
Kemudian Dahlan Iskan ingin terinspirasi dengan tamunya tersebut, tamunya bercerita tentang kisah yang tak kalah menarik dengan kisah hidupnya sendiri.
Cerita berawal dari kisah hidup seorng bayi dari dua pasangan yang berasal dari Hojka, Tiongkok. Mereka merantau ke Indonesia tepatnya Bandung pada tahun1935 dengan menyebrangi lautan selama 3 hari. Ternyata merantau ke Indonesia begitu menyulitkan keluarga kecil ini, bayi yang berumur 10 bulan mengalami diare, mereka tidak tahu harus berbuat apa, sang ibu dan bayinya terombang ambing dikapal selama berhari-hari, pada saat itu prajurit belanda sangat ketat dalam mengawasi wilayah tersebut, untungnya beberapa tokoh Tionghoa sudah tiba di pelabuhan untuk menolong mereka dan tokoh Tionghoa tersebut berusaha meyakinkan para penguasa Belanda dan akhirnya mereka berhasil untuk bisa masuk ke wilayah tersebut.
Kwee Tjie Kui nama dari ayah bayi tersebut, mengambil pikiran lain, ia menyuruh istrinya untuk pulang lagi ke Hokja karena keadaan di Bandung masih belum aman dan dapat membahayakan mereka, tetapi sang istri berpikiran lain, bayi ini belum sepenuhnya pulih akan penyakitnya, bagaiman kalau nanti pada saat perjalanan dikapal bayi ini malah justru bertambah parah penyakitnya, jadi diputuskan mereka semua tinggal di Bandung. Perlahan-lahan bayi berumur 10 bulan yang bernama Kwie Tjie Hoei tersebut sudah mulai pulih dari penyakitnya. Ketika 32 tahun si bayi menjadi warga negara Indonesia dan namanya pun berganti menjadi Karmaka Surjaudaja.
Awal perjalanan Karmaka sudah begitu sulit dan penuh rintangan, rintangan itu tidak berhenti disana, rintangan baru bermunculan seiring Karmaka yang makin bertumbuh dewasa. Setelah beberapa tahun di Bandung ayahnya diangkat sebagai kepala sekolah di suatu sekolah swasta Tionghoa di Bandung, namun beliau tidak lama menjabat sebagai kepala sekolah di sekolah tersebut dikarenakan Belanda tidak memperbolehkan banyak sekolah-sekolah swasta yang berdiri di Bandung, jadi sekolah tempat ayah Karmaka menjabat pun di tiadakan. Karmaka pun memiliki adik yang bernama Kwee Tjie Ong, kaka beradik ini pun akhirnya sekolah setelah lama menunggu untuk menuntut ilmu, mereka sekolah di SD Long Hua yang jaraknya dekat dengan rumah mereka sehingga hanya perlu berjalan kaki untuk kesana. Ayahnya pun mendapatkan pekerjaan lagi di sebuah pabrik tekstil di Cibeureum, dan dengan ketekunannya ayah Karmaka pun akhirnya diangkat sebagai direktur pabrik tersebut.
Ditengah kondisi yang mulai membaik, Kwee Tjie Kui memberikan kabar yang tidak mengenakan, ia mengalami patah punggung, mau tidak mau Karmaka harus menggantikan posisi ayahnya untuk menghidupi keluarga mereka. Akhirnya Karmaka harus merelakan sekolahnya, dan berusaha mencari kerja. Mencari kerja pada saat itu sangatlah sulit, kemana-mana ia mencari kerja tetaoi tak kunjung dapat. Kemudian ia mencoba melamar ke pabrik tekstil tempat ayahnya bekerja dulu, dan ia diterima, tetapi pada saat ia bekerja ada saja cobaan yang menhadang, ia keluar dari pekerjaan tersebut, ia keluar karena wakil direktur pabrik tersebut berbuat curang kepadanya. Ia pun bingung bagaimana ia bisa menghidupi keluarganya. Lambat laun ayahnya pun pulih dari penyakit patah punggunya tersebut. Akhirnya Karmaka dapat sekolah lagi walaupun ia harus tinggal kelas 1 tingkat sehingga dia setingkat dengan adiknya.
Karmaka dan adiknya pun lulus dari SMA, ia berencana untuk meneruskan pendidikannya di ITB mengambil jurusan teknik elektro, Karmaka sangat senang sekali dengan teknik elektro, ia belajar dengan tekun untuk bisa masuk ke prodi yang ia pilih itu, sedangkan adiknya ingin masuk Fakultas Kedokteran di Universitas Indonesia. Ayah Karmaka oun menjelaskan kepada mereka berdua, bahwa kondisi ekonomi keluarga mereka tidak cukup untuk membiayai keduanya untuk bisa meneruskan pendidikan. Sehingga, salah sau dari mereka harus ada yang mengalah, Karmaka pun akhirnya mengalah dan akhirnya adiknya yang melanjutkan pendidikan. Karmaka pun mencari kerja untuk dapat membantu ayahnya menyekolahkan adiknya.
Ia berusaha mencari kerja kesana-sini, dan akhirnya ia mencoba kembali untuk datang ke pabrik tekstil tempat ia dulu dicurangi oleh wakil direktur dipabrik tersebut. Ternyata usahanya ditolak mentah-mentah oleh wakil direktur tersebut. Ia pun kembali mencari kerja lagi, kebetulan ada sekolah yang sedang mencari guru olahraga, dan ia pun masuk menjadi guru olahraga di sekolah tersebut.
Tak terasa biaya pendidikan adiknya pun mengalami kenaikan, dan ia tidak mungkin hanya mengandalkan pekerjaannya sebagai guru olahraga, akhirnya ia melamar ke sebuah pabrik tekstil yang lainnya, pabrik tekstil ini cukup besar, yang tidak lain adalah milik temannya. Kerja kerasnya membuahkan hasil, dia berhasil membuat adiknya lulus sebagai Dokter, tetapi sebelum adiknya wisuda, kejadian yang tidak diduga terjadi, seperti disambar petir dimusim kemarau sang adik meninggal dunia karena kecelakaan lalu lintas.
Walapunn ia sudah memiliki 2 pekerjaan, tetapi dia merasa masih bisa untuk mendapatkan tambahan penghasilan, dimalam hari ia mengajar sebagai guru les, Karmaka adalah anak yang cerdas jadi ia tidak merassa sulit untuk memberikan les kepaada anak-anak orang kaya pada masa tersebut.
Karena kerja Karmaka yang tekun dan bisa diandalkan, Karmaka diberikan tawaran oleh pemilik pabrik tekstil tempat ia bekerja untuk sekolah di Jepang dan ia akan dijodohkan, tawaran yang sangat menarik, tetapi hati Karmaka berkehendak lain, ia tidak bisa menerima tawaran tersebut karena ia tidak mau berpangku tangan, dan ia memiliki jiwa yang bebas sehingga ia tidak mau terikat dengan orang lain, dan masalah jodoh ia sudah terlanjur menaruh hati pada seorang gadis dimana gadis tersebut adalah anak yang ia ajarkan les.
Lim Khe Tjie adalah ayah dari gadis pujaanya tersebut, Lim memiliki sebuah bank yang sangat terkemuka di Bandung, dengan usahanya yang cukup maju tersebut sudah menjadi adat bagi orang tiongkok untuk pergi mengunjungi makan orang tuanya yang berada di Hokja, sebelum Lim pergi ke Hokja ia ingin putrinya Kweng Ing untuk menikah terlebih dahulu. Tanpa diduga ternyata Lim memiliki simpati kepada Karmaka, ia merasa putrinya pantas mendapatkan seorang suami seperti Karmaka yang memilki jiwa pantang menyerah dan sangat pekerja keras. Tanpa pikir panjang Lim menyuruh Karmaka untuk menikah dengan putrinya. Tetapi Karmaka ragu karena ia merasa tidak pantas untuk menikahi Kweng Ing, karena ia tidak memiliki apa-apa untuk dapat menghidupi Kweng Ing yang berasal dari keluarga berada, apalagi ia telah mengundurkan diri dari pabrik tekstil yang pemiliknya menwarkannya sekolah di Jepang pada saat itu, tetapi Lim tidak ragu dengan keputusannya untuk menikahi putrinya dengan Karmaka, akhirnya mereka berdua menikah diumur karmaka yang masih cukup muda yaitu 25 tahun.
Karmaka dan Kweng Ing telah resmi menjadi suami istri, mereka memulai kehidupan baru, Karmaka membawa Kweng Ing ke rumah kedua orang tuanya yang beda di Jalan Hotel Homan, Bandung bersama keluarga besar dan sembilan adiknya.
Mertua Karmaka Lim Khe Tjie memperkenalkan ia dengan pemilik pabrik NV Padasuka yang merupakan kenalan baiknya yang juga bergerak di bidang tekstil. Karmaka pun kerja di pabrik tersebut, dan ia sangat senang sekali bekerja disana karena pemilik pabrik tersebut Tan Lin Tjik sangat baik kepadanya dan beliau adalah orang yang sangat berpengaruh di bidang bisnis, sehingga Karmaka dapat menambah pengalaman dan ilmu baru pada saat bekerja di pabri NV Padasuka ini.
Ketika Karmaka sedang senang-senangnya bekerja di NV Padasuka, tiba-tiba mertuanya menelponnya dan memberikan kabar buruk, Lim tidak bisa pulang ke Indonesia, karena ada yang menjebaknya sehingga ia tidak bisa mengawasi bank NISP miliknya, ia tertahan di Hokja untuk itu ia menyuruh Karmaka untuk menyelamatkan NISP. Mertuanya menjelaskan bahwa NISP sedang di tangani oleh orang-orang yang ia anggap orang terpercayanya yang sekarang justru menghianatinya, ia menyuruh Karmaka untuk tidak percaya dengan siapapun di bank NISP. Dengan tidak adanya pengalaman ekerja di bank dan tidak mengerti apa-apa mengenai perbankan maka dalam situasi seperti ini ia sangat bingung untuk mengendalikan bank milik mertuanya itu. Akhirnya dengan modal pikiran dan tekad bulat yang ia punya dan ia mengatur strategi untuk bisa masuk kedalam bagian bank NISP.
Karmaka pun akhirnya mencoba strateginya ia berbicara kepada atasan-atasan disana, dan usahanya pun nihil, ia malah dicaci maki oleh atasan-atasan penghianat tersebut, padahal ia hanya meminta untuk menjadi kasir, rupanya strateginya tersebut telah terbaca oleh para penghianat tersebut. Kemudian ia bingung bagaimana caranya untuk bisa mendapatkan kembali NISP ini, awalnya ia ingin menyerah saja, tapi ia akan merasa bersalah apabila menyerah semudah ini kepada mertuanya, pada saat yang bersamaan karyawan-karyawan bank NISP menemuinya dan mengusulkan untuk menyusun bukti-bukti yang kuat untuk dapat menuntut para penghianat tersebut. Akhirnya bukti-bukti pun dapat, ternyata para penghianat itu memberikan promosi bahwa NISP memberikan inden mobil impala, memang pada masa itu mobil impala adalah lambang kemewahan. Promosi itu amat menarik, yang tidak ingin punya mobil pun bisa tergiur untuk menyerahkan uang RP.1,8 juta ke NISP, karena nantinya mereka pun dapat langsung menjualnya dengan keuntungan berlipat. Jumlah orang yang inden mobil lewat NISP ada 3.000 nasabah. Secara yang bersamaan ternyata penghianat-penghianat tersebut baru saja mendirikan perusahaan impor ekspor. Tentu perusahaan pribadi mereka sendiri, diluar NISP tapi memakai nama NISP secara tidak benar. Perusahaan inilah yang berencana melakukan impor impala. Para penghianat ini terlalu ambisius, karena uang yang terkumpul dari 3.000 nasabah tidak mereka gunakan untuk langsung impor mobil, melainkan mereka putar dulu. Pasar dunia sedang maraknya dengan perdagangan karet yang menggiurkan. Mereka ternyata melakukan impor mobil sekaligus mengekspor karet ke Malaysia dan Singapura. Tetapi renaca mereka gagal karena ekspor karetnya gagal, dan akibatnya, uang yang direncanakan untuk impor mobil habis. Nasabah pun marah semarah-marahnya, uang yang mereka kumpulkan untuk inden mobil impala pun hilang. Ternyata kasus impala itu bukan satu-satunya penyelewengan yang terjadi di NISP tetapi para penghianat itu juga mulai punya banyak perusahaan. Lalu, mengambil kredit di NISP dengan prosedur yang tidak benar. Kredit-kredit tersebut banyak juga yang kemudian gagal bayar dan macet. Kalaupun ada yang tidak macet, tapi bunganya tidak dibayarkan, dan yang macet pun kemudian dilakukan eksekusi sitaan jaminan tapi sudah diatur sedemikian rupa sehingga banklah yang dirugikan.
Akhirnya bukti-bukti tersebut terbukti dan para atasan-atasan tersebut ditangkap, dan akhirnya karmaka dapat masuk kedalam bagian NISP. Tetapi masuk kedalam NISP setelah menyingkirkan para penghianat itu juga tidak mudah, Karmaka tidak bisa menjadi pemilik NISP sepenuhnya dikarenakan warga negaranya yang masih belum menjadi warga negara Republik Indonesia. Kemudian ia memberikan alasan kepada Bank Indonesia bahwa ia telah bertahun-tahun mengajukan diri sebagai warga negara Indonesia tetapi tak ada hasil, dan walaupun dia bukan warga negara Indonesia tetapi istrinya adalah warga Indonesia yang merupakan putri kandung dari Lim Khe Tjie pemilik Bank NISP. Akhirnya Bank Indonesia secara bijaksana menerima alasan Karmaka. Karmaka disetujui menjadi direktur NISP dengan syarat, kalau sampai tanggal 1 Juni 1966 kewarganegaraannya belum juga keluar, statusnya sebagai direktur NISP dibatalkan kembali. Meski soal kewarganegaraanya ini bukan salah Karmaka, tetapi ias setuju dengan syarat itu, karena waktu yang diberikan Bank Indonesia cukup panjang. Masih ada waktu 3 tahun untuk mengurusi status WNI nya tersebut.
Karmaka pun mencoba memimpin Bank NISP dan tak mudah untuk mengembalikan kepercayaan nasabah dan para buruh (karyawan). Para buruh demo didepan kantor NISP dan mereka menuntut Bank NISP dan menyuruh direktur bank NISP yang tak lain adalah karmaka untuk berpidato memberikan alasannya. Pada awalnya karmaka sangat bingung karena ia tidak pernah sebelumnya melakukan pidato didepan umum, dengan tekadnya yang kuat mengingat bank ini adalah amanah dari mertuanya akhirnya ia memberanikan diri untuk memberikan pidatonya, awalnya para buruh menyepelekannya dan menganggap Karmaka tidak bertanggung jawab, tetapi tak diduga, para buruh justru luluh dengan ucapan Karmaka yang memberikan pernyataan bahwa ia tahu apa yang sedang dialami para buruh pada saat ini, ia menceritakan kisah ia yang dulu juga pernah menjadi buruh pabrik, akhirnya para buruh yang awalnya sangat marah justru sekarang mendukung Karrmaka untuk dapat memimpin NISP dengan baik.
Setelah mengambil kepercayaan para buruh, kemudian ia mencoba untuk bisa mengembalikan kepercayaan para nasabah. Dengan menyita semua aset para pemimpin yang menghianati bank ini, semua uang nasabah dapat dikembalikan kembali. Dan Tidak sampai satu tahun berkat tangan Karmaka NISP dapat pulih kembali.
Tetapi cobaan pun datang kembali, seorang manajer bank NISP menghadap dirinya untuk mengatakan bahwa sudah saatnya sebagian saham bank NISP diberikan kepada mereka, mereka meminta saham 20%, kalau tidak mereka akan berhenti dari NISP, padahal mereka semua adalah aset terpenting bagi NISP karena mereka semua adalah orang hebat yang dapat menangani NISP. Karmaka tidak semudah itu mengiyakan ancaman manajer tersebut. Ia penasaran mengapa manajer tersebut melakukan ancaman seperti itu, akhirnya ia mencari tahu siapa manajer itu sebenarnya. Ternyata manajer tersebut masih ada hubungan keluarga dengan para pemimpin yang pernah menghianati bank NISP. Pantas saja mereka kompak dalam hal yang seperti ini.
Akhirnya dengan tekad yang bulat, Karmaka tidak mengiyakan ancaman dari manajer tersebut, ia rela mereka berhenti dari NISP asalkan bank yang dibangun dengan susah payah oleh mertuanya ini bisa tetap berjalan baik. Reaksi dari manajer tersebut memang tidak mengenakan hati Karmaka, sang manajer marah dan tanpa diduga Karmaka ternyata yang keluar dari NISP hanya dua orang dikarenakan staff lainya masih ingin bekerja dengan baik di NISP.
Sudah dua kali Karmaka berhasil menyelamatkan bank NISP, ternyata ada lagi cobaan yang datang tak terduga. Kali ini bermula dari lelang saham 43 persen milik mantan para pimpinan bank NISP yang dulu disita Kejaksaan Agung untuk mengembalikan uang-uang nasabah yang inden mobil Impala. Awalnya ia senang karena uang nasabah bank NISP segera terbayar kembali, sehingga nama NISP tidak terbawa-bawa ke citra yang buruk, namun tidak pada saat itu, seseorang yang memenangi lelang tersebut datang ke kantor NISP, seseorang itu mengancam akan menguasai saham NISP 100 persen. Karmaka pun tak tinggal diam ia langsung dengan sigap mengapa orang ini seenaknya berbicara seperti itu, dengan susah payah Karmaka membangun kembali perusahaan mertuanya ini, dan dengan mudahnya orang itu ingin menguasai saham 100 persen. Memang orang tersebut menang lelang saham, tetapi hanya 43 persen. Karmaka pun menyelidikinya, ternyata orang tersebut adalah orang suruhan, ia pun menyelidiki siapa bos dari orang yang mengancamnya tersebut. Setelah menyelidiki, Karmaka akhirnya mendengar bahwa pemenang lelang itu bukan orang sembarangan. Dia adalah salah satu pemilik sebuah bank yang amat-amat besar di Jakarta.
Karmaka pun datang ke Jakarta untuk menemui bos yang memenangi lelang sahamnya itu, tanpa disangka bos tersebut merupakan orang yang ramah dan baik. Kemudian ia masuk kedalam kantor bos tersebut, disana ia mendengar bos tersebut berbicara dengan asistennya dengan bahasa Hokkian yang mana bahasa tersebut adalah bahasa ibunya sendiri. Bos tersebut mengatakan kepada asistennya untuk mengurus urusannya dengan Karrmaka, karena ia sedang sibuk. Kemudian sang asisten pun berbicara dengan Karmaka, asisten tersebut mengatakan, kika 3 hari jual-beli saham ini tidak dilaksanakan maka Karmaka kelak akan menyesal, namun bukan Karmaka namanya kalau ia tidak teguh pada pendiriannya, ia berdiri dan mengatakan bahwa ia datang ke Jakarta bukan untuk mengemis, dan ia mengancam balik asisten itu jika ia berani macam-macam kepada bank NISP maka mereka akan dikubur hidup-hidup di Bandung karena mertuanya adalah seorang yang amat sangat berpengaruh di Bandung. Asisten tersebut pun terkejut dengan ucapan Karmaka, ia langsung memberitahukan ancaman Karmaka itu kepada bosnya, dan akhirnya mereka bilang, ini semua hanyalah kesalahpahaman. Akhirnya mereka setuju Karmaka menjadi Presiden Direktur, dan mereka akhirnya bekerja sama. Karmaka pun sudah merasa lega, pasalnya ia saja tidak tahu kalau mertuanya adalah orang yang berpengaruh di Bandung atau tidak, tiba-tiba kata-kata itu muncul saja dari dirinya, dan untungnya orang-orang tersebut percaya dengan ucapannya.
Setelah kejadian itu, Karmaka pun dengan bangga menelpon mertuanya yang berada di Hokja, ia melaporkan semua yang telah ia lakukan untuk bank NISP. Pada waktu yang bersamaan, ia mendengar keributan kecil yang ada didepan rumahnya, ternyata terdapat mobil jeep didepannya dan beberapa petugasnya turun dari mobil tersebut, kemudian mereka bertanya kepada karmaka, apakah ia mengenal Mr. Tan, ia pun menjawab tidak tahu, dan petugas-petugas itu pun pergi. Selama 30 menit berlalu, petugas-petugas itu pun datang kembali ke rumah Karmaka, dan menculik Karmaka tanpa alasan yang jelas, ia pun bertanya-tanya kepada petugas yang menariknya masuk ke dalam mobil jeep tersebut, sang petugas pun menyuruh Karmaka untuk diam dan tidak usah banyak tanya. Kemudian ia berpikir bahwa ia dicoba untuk dibunuh karena pada kejadian sebelumnya pada saat ia ingin menaiki mobil di kantor NISP mobil tersebut mengalami lecet yang disebabkan oleh sebuah peluru. Kemudian Karmaka yang sedang berpikir mengapa ia ingin dibunuh, dibawa ke sebuah rumah sepi yang berada ditengah sawah. Karmaka pun berada dirumah tesebut selama seharian, dan ia pun mencoba berkomunikasi dengan para petugas yang berjaga diluar rumah tersebut, dan beralasan bahwa ia sakit perut dan ingin buang air besar, tetapi usahanya untuk keluar dari rumah itu gagal, para petugas itu tidak mengizinkannya.
Kemudian pada pukul 02.30, ia membulatkan tekadnya untuk keluar dari rumah tersebut, setalah mengatur rencana, ia pun menjebol jendela tanpa sepengetahuan para petugas tersebut, dengan mencopot baju dan celana serta sepatunya ia lari menyusuri sawah, dengan hanya mengenakan pakaian dalam. Dengan keadaan yang begitu kotor ia pun berlari dan mencari tahu rumah Brigjen Sutoko. Karmaka menuju rumah Brigjen Sutoko karena mertuanya memberitahunya kalau terjadi sesuatu yang gawat ia dapat meminta perlindungan kepada Brigjen Sutoko.
Setibanya di Rumah Brigjen Sutoko, Karmaka langsung menceritakan apa yang terjadi kepadanya. Brigjen tersebut pun memberitahunya bahwa mertua Karmaka adalah tokoh yang sangat berpengaruh di Bandung, pantas saja kalau ia ingin dibunuh oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab tersebut. Mertua Karmaka adalah salah satu pejuang di Bandung, ia sebenarnya pernah sempat ingin diberi gelar sebagai pejuang, tetapi ia tidak mau karena ia bersahabat dengan seorang warga Belanda yang dulu sempat menjajah Indonesia, karena persahabatan itu ia merasa tidak enak dengan sahabatnya itu. Bank NISP sebenarnya awalnya didirikan oleh sahabat mertuanya itu, Lim sang mertua Karmaka pun bekerja disana. Tak lama setelah Indonesia merdeka dari Belanda, sahabat Lim pun mau tidak mau harus pergi dari Indonesia, dan ia menyerahkan bank NISP untuk diurus oleh Lim, ia percaya dengan ketekunan Lim banknya akan tetap berjalan baik.
Karmaka pun menjalani kegiatannya seperti biasa, tetapi ada hal yang membuatnya cukup canggung, karena ia dikawal oleh beberapa orang setiap datang ke kantor, dan ia menggunakan jas anti peluru yang lumayan berat untuk dikenakannya. Maklum saja ia telah dua kali dicoba untuk dibunuh, jadi wajar kalau ia mendapatkan pengawalan yang cukup ketat.
Setelah melewati berbagai rintangan, Karmaka pun dihadapi dengan rintangan selanjutnya, pada September 1965 keadaan negara menjadi kacau, politik dan ekonomi juga keamanan, dan pemerintah mengadakan kegiatan tindakan moneter. Uang Rp. 1.000 menjadi Rp. 1,-. Nasabah pun mulai panik, semua bank tabungan termasuk NISP kontan diserbu para penabung yang kehilangan nilai uangnya secara mendadak. Para penabung mengamuk membabi buta. Akhirnya ia pun mencoba segala cara untuk bisa memulihkan keadaan yang sedang kacau tersebut, mulai dari meminjam uang, menutup cabang NISP yang ada, sampai memberhentikan karyawannya, yang Karmaka sendiri pun sebenarnya berat untuk memberhentikannya.
Benar sekali karyawan-karyawan Karmaka mengamuk mereka tidak mau apabila harus diberhentikan, akhirnya Karmaka pun bingung, mau tidak mau ini harus diakukan, tapi disisi lain ia pun sebenarnya tidak tega harus melakukan ini kepada karyawannya.
Karmaka pun frustasi, ia pun meluapkan kekesalannya, ia berteriak kepada para karyawannya untuk mengambil NISP, ia frustasi. Setiap malam Karmaka tidak bisa tidur, memikirkan bagaimana NISP kedepannya. Terlintaslah pikiran bahwa ia ingin mati saja. Ia pun menulis pesan-pesan terakhir sebelum ia mengakhiri hidupnya. Dan akhirnya Karmaka pun tergeletak dengan meminum sebuah racun.
Karmaka ditemukan sudah dalam keadaan pingsan di kamar rumahnya. Isterinya yang menemukannya dalam keadaan sangat kritis itu. Karmaka sendiri tidak tahu semua itu. Tahu-tahu ia sudah siuman. Yakni ketika sudah di atas tempat tidur di rumah sakit Boromeus, Bandung. Dia segera tahu bahwa uasaha bunuh dirinya gagal.
Dokter pun masuk kedalam ruangannya dan menanyakan mengapa ia berbuat seperti itu, Karmaka pun langsung menceritakan semuanya yang terjadi dan mengapa ia melakukan hal seperti itu. Dan ia minta dokter untuk merahasiakan kalau ia mencoba untuk bunuh diri.
Karmaka pun dirawat di rumah sakit dan ia untuk sementara tidak pergi ke kantor dulu. Karyawan Karmaka pun mencari-cari sosok Karmaka yang tak kunjung datang ke kantor, mereka pun akhirnya tersadar dengan kata-kata Karmaka yang berteriak kepada mereka untuk mengambil NIPS, itu berarti Karmaka sudah sangat frustasi dengan keadaan yang sedang terjadi. Akhirnya mereka pun mencari Karmaka dan segera menemuinya.
Dua orang perwakilan dari para karyawan NISP pun datang ke rumah sakir untuk menawarkan sebuah penawaran. Mereka menawarkan bagaimana kalau pesangon mereka bukan 10 kali dan yang diPHK bukan 3.200 orang, sesuai perkataan Karmaka waktu itu, tetapi mereka meminta untuk menambah pesangon mereka menjadi 20 kali dan yang diPHK 3.000 orang saja. Sungguh Karmaka tidak bisa mengabulkan permintaan mereka. Ia pun berbicara baik-baik bahwa keputusannya tidak bisa diganggu gugat. Salah satu dari karyawan itu pun langsung berdiri dan membentak Karmaka, sedangkan yang satu laginya memohon kalau ia ingin bekerja lebih lama di NISP dan rela jikalau mereka lembur mereka mau untuk tidak dibayar dari lembur tersebut. Melihat sikap karyawannya itu Karmaka pun akhirnya luluh, ia berpikir lagi untuk penawaran itu dan memberikan syarat, yakni mereka yang masih tertinggal di perusahaan harus mau dalam lima tahun tidak akan naik gaji. Akhirnya mereka pun setuju, dan sebagai kompensasinya, Karmaka juga berjanji kalau semua karyawan mau bekerja dengan syarat tersebut kelak, kalau NISP sudah maju, kesejahteraan karyawan akan dia tingkatkan.
Keadaan lain yang tak kalah membuat Karmaka terkejut dan senang adalah, ketika ia sedang dihadapi oleh situasi sulit seperti ini, ternyata kewarganegaraanya sudah resmi menjadi warga negara Indonesia dan ditandatangani langsung oleh Bung Karno. Itu berarti ia bisa menjabat sebagai Direktur Utama untuk waktu yang sangat panjang.
Setelah mendapatkan status kewarganegaraanya itu Karmaka melanjutkan untuk mengatasi keadaan NISP yang sedang kacau. Ia mencari dana kesana sini untuk bisa menyelesaikan masalahnya. Sang istri pun sampai rela berkorban untuk merelakan rumah yang merupakan warisan ayahnya sebagai jaminan, awalnya ia berat untuk melepaskannya, tetapi mengingat ini untuk kepentingan mempertahankan bank NISP ia pun akhirnya merelakan rumah itu. Pengorbanan isteri Karmaka beleum berhenti disitu. Agar perusahaan bisa berjalan dan agar rumah yang dijaminkan bisa selamat, sang isteri harus ikut kerja keras. Karmaka sendiri sudah berjanji tidak akan menerima gaji dari perusahaan dan ia semakin dibelit kesulitan untuk menghidupi isteri dan anak-anaknya yang kini sudah empat orang, maka dalam keadaan seperti itu dan dalam keadaan ekonomi nasional yang juga masih sulit, isteri Karmaka mengajukan usul pada Karmaka, ia ingin bekerja untuk dapat membantu Karmaka dalam menghidupi keluarganya. Isteri Karmaka pun pergi ke Hongkong untuk kursus kecantikan. Disana ia bisa kursus kecantikan yang paling modern dengan biaya yang murah. Sebab bapak dan ibunya masih tinggal di sana karena masih belum diizinkan kembali ke Indonesia. Dia bisa tinggal di rumah orang tuanya itu.
Tiga bulan kemudian, isteri Karmaka sudah pulang dan sudah mahir dibidang kecantikan. Bahkan yang paling modern sekali pun. Karena itu dia langsung membuka usaha salon di rumahnya. Salon itu ia namakan ‘Star Salon’. Alat-alatnya memang tak baru, tetapi karena ia beli di Hongkong, masih tergolong modern juga di Indonesia.
Salon Star milik isteri Karmaka itu memang mengalami kemajuan yang pesat. Bahkan, kalau hari Sabtu dan Minggu, harus kerja sepanjang hari dan malam. Sangat sering adanya banyak acara perkawinan di mana banyak calon pengantin wanita mendaftar untuk dirias dan dipercantik rambut serta wajahnya. Untuk itu, isteri Karmaka sudah harus mulai memepersiapkan jam 01.00 dini hari. Lalu mulai mengerjakan tata rias seluruh keluarga pengantin satu-persatu hingga pagi harinya menjelang pesta perkawinan dilangsungkan.
Pelan-pelan bank NISP yang staatusnya sudah menjadi bank umum bisa dihidupkan kembali. Bersamaan dengan hal itu ketenangan Karnaka kembali diusik, kali ini bank besar yang jadi partner baru yang diandalkannya dulu itu ternyata keropos. Bank tersebut dikors oleh Bank Indonesia. Padahal bank tersebut sudah menanggung pinjaman antarbank di NISP sebesar Rp.46 juta(uang baru). Ini gara-gara bank tersebut setiap hari kalah kliring. Dan setiap kalah kliring selalu meminjam uang dari NISP untuk meutupinya. Karmaka memang sudah sering menolak permintaan pinjam uang tersebut, namun ia selalu dibentak dengan kata-kata yang memojokan. Kata-kata tersebut adalah, mengapa mereka ikut memiliki NISP kalau tidak bisa dimanfaatkan, oleh karena itu Karmaka meminjamkan mereka uang. Ternyata lama-lama bank besar tersebut tidak kuat dan harus ditutup oleh pemerintah. Kini piutang Rp.46 juta, suatu jumlah yang cukup besar bagi NISP saat itu, menjadi ganjalan yang akan sangat mengganggu NISP.
Karmaka pun sangat marah, ia mengatakan jika masalah ini tidak bisa diselesaikan makan NISP akan bangkrut. Karena emosinya ia sampai ingin menembak pemilik bank itu, tetapi usahanya dihentikan oleh isteri pemilik bank tersebut. Emosi Karmaka pun mereda setelah mendengar kata-kata sang pemilik bank tersebut. Ia mengatakan bahwa dulu Karmaka datang kepadanya untuk menjual sahamnya kepada bank yang pada saat itu sedang maju-majunya, dan pada saat itu ia mau membantu Karmaka dengan tulus. Dan sekarang, pada saat bank yang dulu sempat membantu NISP berbalik sedang menghadapi kesulitan. Karmaka pun mengakhirinya dengan bagaimana cara menyelesaikan ini semua, pemilik bank tersebut pun menyerahkan semua saham-sahamnya kepada NISP. Karmaka pun bingung, kalau diambil berarti seluruh beban itu akan menjadi bebannya. Kalau tidak diambil, dan pemilik bank itupun ditembak, toh juga tidak akan menyelesaikan masalah. Bahkan kalau penembakan itu dia lakukan masyarakat akan heboh dan nama NISP akan hancur. Akhirnya mau tidak mau Karmaka pun menyetujui dengan apa yang dikatakan oleh pemilik bank tersebut. Dan saham NISP pun berada ditangan isteri Karmaka yang mana ia adalah puteri sang pemilik bank NISP.
Setelah 95 persen saham NISP berada ditangan isterinya. Karmaka semakin terdorong untuk lebih mati-matian lagi menyelamatkan bank yang didirikan mertuanya itu. Dengan mengendarai vespa ia mencari nasabah baru. Dan benar saja dengan bantuan Tuhan ada saja orang yang mau membantunya. Salah satu temannya Peter Eko Sutioso, SH. Peter membantunya mengenalkannya dengan relasinya, bahkan ia sampai meminjamkan ruang tamu yang ada dirumahnya sebagai kantor NISP, tanpa sewa atau bayaran apapun. Benar saja, dengan waktu yang singkat mereka mendapatkan 160 nasabah, dan keadaan NISP semakin membaik. Bahkan krisis moneter yang terjadi lagi ditahun 1968, NISP tidak terpengaruh lagi. Banyak bank yang berjatuhan, tetapi NISP justru malah semakin berkibar, itu karena nasabah-nasabah percaya bahwa NISP dapat mengendalikannya, dan NISP pun kebanjiran nasabah.
Ditengah membanjirnya nasabah baru ditahun 1968 yang menjadi titik balik bagi NISP, pada saat itu juga NISP menyita sebuah bangunan yang dijaminkan oleh salah satu nasabah di Jakarta, karena kreditnya yang macet. Rupanya bank NISP tidak satu-satunya bank tempat ia mengkredit beberapa uang, bank Daiwa Perdania juga jadi bank tempat ia mengkredit beberapa uang, dan sontak saja bank Daiwa milik orang Jepang ini ingin menyita bangunan tersebut juga, tetapi bank NISP memenangkan bangunan tersebut karena bank NISP memilik dokumen yang lebih lengkap. Pimpinan bank Daiwa ini kesal dengan apa yang telah dimenagkan oleh bank NISP, kemudian ia marah-marah didepan Karmaka dengan menggunakan bahasa Jepang. Karmaka yang dulunya mendapatkan juara 2 dibidang bahasa jepang sewaktu sekolah dasar mengerti apa yang dikatakan oleh pimpinan bank Daiwa tersebut, ia pun menanggapinya dengan santai, dan tidak ingin balik melawannya, justru ia malah memberikan penawaran, ia hanya memerlukan pengembalian uang sebesar Rp 8 juta dari nasabah tersebut, sedangkan nilai asetnya mencapai paling tidak Rp 25 juta. NISP dapat membantu proses untuk mendapatkan sisanya untuk membayar kredit macet di Daiwa Perdania. Dengan penawaran yang diberikan Karmaka, pimpinan bank Daiwa ini justru marah kepada Karrmaka, karena tawaran tersebut tidak masuk akal. Kemudian dengan berbahasa bahasa Jepang, Karrmaka pun menjelaskannya kembali dengan lebih detil penawaran tersebut sehingga pemilik bank Daiwa itu pun setuju dengan Karmaka. Pimpinan bank Daiwa itu pun kaget karena Karmaka dapat berbahasa bahasa Jepang, dan akhirnya ia pun luluh dengan keramahan dan pikiran positif Karnaka terhadapnya, ia berpikiran bahwa sangat langka ada orang seperti Karmaka ini. Akhirnya dengan Pikiran postif dan kebaikan yang ia tunjukan kepada pemilik bank Daiwa tersebut pun berhasil membuat NISP menjadi partner bank Daiwa. Karmaka pun sangat senang, yang awalnya ia hanya ingin membantu bank Daiwa, justru ia mendapatkan yang lebih. NISP bisa mendapatkan partner bank asing yang sedang maju tersebut.
Setelah keadaan NISP yang semakin membaik, kini saatnya Karmaka memberikan pendidikan kepada anak-anaknya. Ia ingin anaknya tidak terlena dengan apa yang telah ayahnya dapati sekarang. Ia ingin anak-anaknya juga berjuang sama sepertinya. Mendapatkan hal yang sekarang yang telah ia dapati sungguh tak mudah. Pramana anak pertamanya berhasil ia sekolahkan menjadi seorang dokter muda lulusan Universitas Padjajaran Bandung. Pramana ternyata memiliki jiwa seperti ayahnya, ia adalah seorang yang mandiri dan pekerja keras. Ia menjalani pekerjaan sebagai dokter inpres di pelosok Cianjur Selatan, pekerjaan ini ia ambil sebagai syarat sebelum ia menjadi dokter spesialis. Pada saat itu pekerjaan yang ia ambil di pelosok Cianjur ini tidak mudah untuk dikerjakan, karena banyak sekali rintangan untuk dapat bekerja disana, mulai dari keadaan desa yang sangat terpencil sehingga sulit untuk dilalui dengan kendaraan, rumah yang menjadi tempat peristirahatan Pramana yang terdapat banyak sekali serangga dan hewan melata seperti ular, dan lain-lain. Namun ini tidak jadi persoalan Pramana ia tetap ikhlas bekerja disana. Warga-warga disana pun sangat simpatis dengan kebaikan dan keikhlasan Pramana yang mau mengobati mereka tanpa bayaran sepeserpun.
Sama halnya dengan Pramana anak kedua hingga anak kelima Karmaka pun adalah anak yang dapat diandalkan. Ketika Karmaka mendapatkan vonis oleh dokter bahwa ia tidak bisa lama hidup di dunia ini karena kanker liver yang ia miliki cukup lama, dan itupun tanpa ia sadari, anak-anak Karmaka pun berhasil mengendalikan NISP kalau NISP sedang mengalami kesulitan. Anak-anak Karmaka rata-rata semuanya bergelar MBA. Mereka sekolah dengan tekun dan berhasil mendapatkan gelar tersebut dengan waktu yang cukup cepat.
Kondisi kesehatan Karmaka semakin memburuk, ia dihinggapi bermacam-macam penyakit, dati empedu pecah, transplantasi liver, kedua ginjal yang satu dioperasi dan dibuang karena menderita tumor cancer ganas, dan sisanya satu lagi juga terpaksa ditransplantasi, dan tumor kankernya menjalar ke kandung kemih, dan selama tiga tahun ia dioperasi sebanyak 7 kali. Tetapi itu tak membuatnya frustasi, ia selalu giat dan berpikir positif bahwa penyakitnya akan sembuh dan semua akan baik-baik saja. Dan benar saja, ia sembuh dari penyakitnya dan sekarang ia bisa mengawasi NISP dengan baik.
Ide dari cerita pada buku ini cukup menarik. Cara penyampaian kisah-kisahnya cukup detil, sehingga pembaca dapat larut dalam dengan ketegangan emosional yang sajikan oleh penulis. Sifat dan watak tokoh utama dalam buku ini juga sangat mendominasi cerita.
Kelebihan buku ini adalah, kelengkapan data yang diberikan penulis pada setiap kisah-kisah yang disajikan. Disisipkanya foto sang tokoh utama juga membuat cerita semakin menarik dan pembaca seolah-olah ada didalam cerita. Penggunaan bahasa yang komunikatif sehingga mudah dipahami oleh pembaca.
Kekurangan buku ini adalah, kurangnya tanda baca, beberapa konflik yang sedikit membuah bingung pembaca.
Buku ini adalah buku yang berguna untuk dapat memotivasi semua orang, dengan kisah-kisah nyata yang ada didalamnya yang sepertinya mustahil jika ada orang seperti Karmaka Surjaudaja. Dan ternyata orang seperti ia ada dan ia bisa memberikan inspirasi bahwa didunia ini tidak ada yang tidak mungkin. Saran saya adalah, sebaiknya buku ini lebih banyak lagi memberikan cerita pada masa kecil Karmaka, karena hanya secara singkat penulis menggambarkan masa kecil Karmaka. Dan tanda baca pada buku ini harus lebih diperhatikan lagi.


**Profile dahlan iskan dikutip dari http://profil.merdeka.com/indonesia/d/dahlan-iskan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar